Psikopat seperti yang digambarkan dalam film-film adalah sosok yangd dingin dan tidak memiliki perasaan. Namun gambaran tersebut tidak sepenuhnya akurat. Penelitian terbaru dalam Psychological Bulletin menantang asumsi tersebut. Dalam penelitian itu, diklaim bahwa psikopat dapat merasakan ketakutan, namun mungkin mereka memiliki memasalah dalam merasakan bahaya.
Untuk menunjang penelitian mereka, peneliti melakukan tinjauan ulang pada penelitian yang sebelumnya pernah ada mengenai psikopat. Mereka mencoba untuk memberi perhatian lebih mengenai bagaimana penelitian-penelitian tersebut mendefinisikan ketakuan, dan bagaimana mereka menguji kemampuan psikopat untuk merasakan hal tersebut.
Mereka menemukan kebanyakan dari penelitian tersebut tidak memberikan bukti bahwa psikopat memiliki kapasitas untuk mengalami ketakutan, hal tersebut dikarenakan mereka tidak melakukan pengujian secara menyeluruh.
Ketakutan sendiri merupakan sebuah konsep yang kompleks. Kebanyakan penelitian tentang psikopat gagal alam menguji kedua elemen tersebut.
Ketiga teori tersebut menunjukkan bahwa psikopat menderita cacat neurobiologis tertentu yang menyebabkan mereka memiliki masalah dalam bereaksi atas suatu ketakutan.
Sebagai contohnya, terdapat tiga model terbesar dari psikopat yang telah muncul. Dimana yang pertama adakan model emosi terintegrasi dan bagian yang terdefisiensi dari daerah otak bernama amygdala merusak ekspresi sedih dan takut pada wajah orang lain, dan membuat psikopat tidak mampu untuk merespon rasa itu.
Respon kemudian memodulasi hipotesis, sementara itu, psikopat sendiri tidak mampu memproses stimuli yang seharusnya secara normal mampu merespon ketakutan. Akhirnya, proses ganda itu menyebabkan psikopat mampu merespon bahaya atau stumuli yang merusak, namun mereka tidak bisa belajar mengasosiasikan stimuli ini dengan respon-respon yang ada.
Ketiga teori tersebut menunjukkan bahwa psikopat menderita cacat neurobiologis tertentu yang menyebabkan mereka memiliki masalah dalam bereaksi atas suatu ketakutan.
Pada akhirnya, para peneliti kembali pada literarur yang telah ada mengenai psikopat, dan menemukan bahwa orang-orang yang didiagnosa psikopat sebenarnya merasakan ketakutan, namun mereka tidak mampu untuk mengekspresikannya. Perkara ini mirip mereka yang kesulitan untuk mengekspresikan kebahagiaan, dan lebih sering marah.