Dunia Mulai Fokus pada Resistensi Antibiotik

By , Minggu, 11 September 2016 | 09:00 WIB

Resistensi terhadap antibiotik telah membunuh 700.000 orang di seluruh dunia setiap tahun. Sekarang, untuk pertama kalinya, PBB akan mempertimbangkan apakah perlu untuk memerangi ancaman ini, dan memutuskan resistensi ini menjadi prioritas internasional atau justru diabaikan dari kebijakan.

Pada bulan Juni, kelompok negara-negara industri G7 melakukan pertemuan di Jepang. Mereka sepakat bahwa perlawanan terhadap resistensi antibiotik merupakan prioritas internasional.

Pertemuan lebih besar dilakukan oleh negara-negara G20 di Tiongkok. Mereka berkomitmen untuk bersama mengurangi resistensi antibiotik, tindakan ini sangat penting mengingat negara-negara berkembang sebagian besar berjuang dengan penyalahgunaan pertanian antibiotik. Resistensi, menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi global.

Tindakan penting

Lalu, apa yang dilakukan selanjutnya ? Berdasarkan penelitian terkait masalah resistensi antibiotik dalam beberapa tahun terakhir menekankan beberapa tindakan penting.

Tindakan yangd dimaksudkan antara lain: mengurangi penyalahgunaan obat dalam kedokteran dan pertanian, meningkatkan pengawasan tempat munculnya resistensi, mendorong pengembangan perangkat diagnostik cepat yang dapat mendeteksi apakah antibiotik diperlukan, dan memberikan insentif untuk mendorong produsen yang telah keluar dari pengembangan antibiotik agar kembali ke pasar lagi.

Selama musim panas, sekelompok ilmuwan top dunia bidang resistensi antibiotik melakukan pertemuan. Pertemuan ini dipimpin oleh Ramanan Laxminarayan, pendiri  Center for Disease Dynamics, Economics and Policy. Mereka mempublikasikan hasil pertemuan mereka dalam beberapa jurnal ilmiah.

Pada jurnal Nature, mereka menyerukan mobilisasi masyarakat untuk memerangi resistensi antibiotik seperti saat mempertahankan sumber daya umum yang penting.

Sedangkan dalam jurnal Science, mereka meminta PBB untuk menetapkan target global, yang akan mengekang penggunaan berlebihan di negara-negara berpenghasilan tinggi (dalam bidang kedokteran, pertanian, dan lingkungan).

Seruan pada PBB juga meminta fokus untuk melindungi negara-negara dengan penghasilan rendah dari akses mereka terhadap antibiotik, mengingat negara-negara tersebut terbiasa menggunakan antibiotik untuk mengobati warganya.