Korea Utara diyakini telah melakukan uji coba meledakkan bom nuklir pada Jumat (9/9/2016) di area Punggye-ri, tempat uji coba sebelumnya.
Hal tersebut ditandai dengan dampak ledakan berupa getaran gempa bumi berkekuatan 5,3 magnitudo yang berpusat di daratan Korea Utara.
Sejumlah lembaga di dunia memonitor gempa tersebut, termasuk Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
BMKG mencatat gempa berkekuatan 5,3 magnitudo itu terjadi pada 9 September 2016 pukul 14.30 WIB. Pusat gempa pada koordinat 41.20 Lintang Utara (LU) dan 129.7 Bujur Timur (BT) pada kedalaman 1 kilometer.
"Hasil analisis tersebut berdasarkan pada rekaman dari 122 stasiun seismik yang dioperasikan oleh BMKG, termasuk enam stasiun CTBTO," demikian penjelasan rilis BMKG.
CTBTO atau Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty Organization memang menempatkan sejumlah stasiun pengukuran di dunia untuk memantau aktivitas nuklir.
Indikasi terjadinya ledakan nuklir di Korea Utara itu terlihat dari sinyal-sinyal yang terekam seismogram. Lokasi tidak di zona seismik dan kedalaman sangat dangkal.
Selain itu, rekaman seismogram menunjukkan amplitudo gelombang P (primer) relatif lebih besar ketimbang gelombang S (sekunder). Impuls pertama dari seluruh rekaman menunjukkan gerakan kompresi.
Hasil analisis BMKG ini sejalan dengan pengukuran lembaga-lembaga lainnya. USGS (Amerika), Geofon (Jerman), dan EMSC (Eropa) juga mencatat gempa 5,3 magnitudo di titik koordinat yang berdekatan.
Hanya, USGS dan EMSC mencatat pusat gempa di kedalaman 0 kilometer atau di permukaan tanah.
Menurut analis Korea Utara dari Middlebury Institute of International Studies, AS, Jeffrey Lewis, ledakan tersebut dihasilkan oleh ledakan setara 20-30 kiloton TNT.
Sesuai sanksi PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa), Korea Utara sebenarnya dilarang melakukan percobaan bom nuklir.
Namun, Korea Utara tetap melakukan serangkaian uji coba rudal balistik dan sebelum uji coba terakhir, pada Januari mereka mengklaim berhasil menguji bom hidrogen.