Kisah Sukses Sri Lanka Terbebas dari Malaria

By , Kamis, 15 September 2016 | 10:00 WIB

Setelah perjuangan yang panjang, Sri Lanka, negara di tenggara India itu, akhirnya secara resmi terbebas dari malaria minggu lalu. Bebasnya Sri Lanka dari penyakit terebut diputuskan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

“Ini adalah kisah sukses yang besar dan akan menjadi contoh bagi negara-negara lain,” ujar Dr. Pedri L. Alonso, direktur program malaria global WHO. 

Sri Lanka berhasil menghapus malaria 50 tahun lalu, namun aksi itu membutuhkan usaha yang besar. Negara itu menjadi contoh yang diteliti oleh para ahli malaria untuk mengetahui cara untuk mengatasi masalah malaria tersebut.

Pada tahun 1940-an, Sri Lanka secara rutin memiliki banyak kasus malaria dalam setahun. Pemerintah pun mulai untuk mengkampanyekan kesehatan publik secara intensif. Mereka menggunakan DDT untuk membunuh nyamuk dan chloroquine untuk mengobati penyakit tersebut.

Namun karena kurangnya dana untuk mengkampanyekan aksi tersebut, kasus malaria meningkat di atas 500.000 pada tahun 1969. Tak hanya itu, nyamuk kemudian berevolusi dan mampu bertahan hidup dari DDT. Tahun 1992, datang penggantinya, yaitu malathion. Parasit malaria untuk pertama kalinya menunjukkan resistansi pada chloroquine tahun 1984.

Kegagalan juga datang dari sisi politik. Ada disintergrasi dari pabik etnik milik negara. Sri Lanka bekerja sama dengan koloni Inggris untuk Ceylon, eksportir teh dan cengkeh. Setelah kemerdekaan tahun 1948, sebagian besar Buddhist Sinhalese mulai melakukan aksi diskriminasi melawan Hindu Tamil.

Masa perang sipil antara pemerintah dengan Tamil Tigers pun terjadi, dengan bantuan terselubung dari India, pemerintah akhirnya berhasil menumpas pemberontakan itu tahun 2009.

Tetapi sebelumnya, pada tahun 2000, di luar area timur laut yang dikuasai oleh pemberontak, tingkat kasus malaria mulai menurun. Hal tersebut dikarenakan peran pemerintah dalam membantu mendonorkan semprotan pembasmi nyamuk, jaring tempat tidur, peralatan dan obat-obatan, perawatan yang efektif, dan obat lainnya.

Pemerintah juga memeriksa sampel darah di klinik publik dan rumah sakit untuk infeksi malaria, dan pemerintah memiliki sistem elektronik nasional untuk pelaporan kasus malaria.

Di daerah yang dilanda perang, penyakit tersebut juga mulai menurun. Kelompok Tigers sering bekerja sama dengan tim pencegah malaria karena desa dan pejuang mereka juga banyak yang menderita karena malaria.

Kementerian Kesehatan Sri Lanka menyediakan klinik berjalan, seperti di bandara atau pelabuhan, tempat para migran biasanya tiba. Perawatan malaria secara gratis masih menjadi bagian inti dari usaha negara untuk mencegah perkembangan penyakit tersebut.