Anak-anak dari Penyintas <i>Holocaust</i> Cenderung Derita Schizophrenia

By , Selasa, 20 September 2016 | 17:00 WIB

Berdasarkan sebuah penelitian terbaru dalam jurnal penelitian Schizophrenia, fenomena ini merupakan hasil dari mekanisme epigenetik, yang berhubungan dengan ekspresi genetik terkait faktor lingkungan.

Sebagai contoh, sebuah penelitian mengungkapkan bahwa trauma psikologis yang diderita oleh ibu hamil selama Holocaust mampu mempengaruhi ekspresi beberapa gen pada anak mereka yang belum lahir. Proses menganggu itu disebut sebagai metilasi.

Singkatnya, hipotesis yang hendak dikeluarkan dari penelitian ini ialah tekanan yang dihasilkan oleh ibu mungkin mampu melemahkan sistem imun atau menganggu perkembangan otak. Perkembangan seperti itu kemudian yang berdampak pada generasi mendatang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka yang dilahirkan dari orang tua penyintas Holocaust mengalami Schizophrenia dibandingkan dengan mereka yang dilahirkan oleh orang tua yang tak mengalami kekejaman tersebut.

Dari hipotesis tersebut, didapati bahwa mereka yang lahir dari orang tua selama Holocaust memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami masalah kesehatan.

Untuk melengkapi penelitian mereka, para ilmuwan mengumpulkan data dari 51.233 orang dengan orang tua yang hidup menderita di bawah kekejaman Nazi. Mereka dipisahkan dalam dua kelompok, dimana kelompok pertama berasal dari orang tua yang melahirkan mereka sebelum dimulainya Holocaust. Kelompok kedua adalah mereka dengan orang tua yang hanya terkena dampak sementara ketika tengah mengandung.  

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka yang dilahirkan orang tua penyintas Holocaust mengalami Schizophrenia dibandingkan dengan mereka yang dilahirkan oleh orang tua yang tak mengalami kekejaman tersebut.

Mereka dengan ibu yang mengalami masa-masa Holocaust selama dalam kandungan memiliki 1,74 kali kemungkinan untuk dirawat berulangkali di rumah sakit. Begitu juga anak dengan ibu yang mengandung dalam waktu sebentar selama Holocaust, memiliki kemungkinan 1,48 kali untuk menjalani perawatan di rumah sakit hasil dari penyakit schizophrenianya.

Para peneliti percaya bahwa hasil dari penelitian ini mampu diaplikasikan para mereka yang hidup melalui sejumlah pengalaman traumatis. Penelitian ini diharapkan dapat menentukan penanganan dan perawatan yang tepat bagi penderitanya.