Senjata Pembunuh Kaakutja Kini Terungkap

By , Selasa, 20 September 2016 | 20:00 WIB

Penyebab kematian orang Aborigin yang kerangkanya ditemukan di tepi sungai di Australia dua tahun lalu kini terungkap. Luka lama pada tengkoraknya mengunjukkan bahwa ia tewas karena tebasan pedang pendek, kemungkinan selama tahun-tahun pergolakan ketika bangsa Eropa mulai menginvasi benua tersebut.

Kerangka yang ditemukan oleh William Bates pada 2014 itu merupakan bagian dari kelompok lokal Aborigin yang dikenal sebagai Baakantji. Orang-orang Baakantji menamai kerangka tersebut “Kaakutja”, yang berarti “abang”.

Hasil tes laboratorium mengungkap bahwa lelaki tersebut tewas sekitar tahun 1200-an—600 tahun sebelum para pemukim Eropa dan peralatan logamnya mencapai area tersebut.

Setelah tim peneliti mengetahui bahwa Kaakutja hidup sebelum penggunaan alat-alat logam di daerahnya, mereka segera mencari tahu senjata apa yang digunakan untuk membunuh Kaakutja.

 Studi terbaru di jurnal Antiquity menunjukkan bahwa luka yang menewaskan Kaakutja disebabkan oleh senjata lokal: bumerang.

“Saya tidak tahu apakah ini merupakan fenomena yang menyebar di seluruh benua, tetapi kami menemukan bukti yang menunjukkan maraknya konflik antar suku di daerah ini,” kata Michael Westaway, antropolog biologi di Griffith University Australia sekaligus penulis kedua studi.

Luka pada tengkorak Kaakutja menunjukkan pertarungan jarak dekat, demikian menurut Jo McDonald, antropolog University of Western Australia yang tak terlibat dalam studi. Sama sekali tidak ada cedera pada lengan Kaakutja karena menangkis pukulan. Sehingga Westaway dan rekan-rekannya berspekulasi bahwa ia diserang dengan bumerang yang dirancang untuk menyabet lawan dengan melewati pinggiran perisai. Pada masa itu, perisai dan bumerang merupakan peralatan yang lazim ditemukan di saentaro benua.

Tampaknya, Kaakutja merupakan orang yang begitu dihormati pada masa itu. Westway mengatakan bahwa kerangka Kaakutja dibaringkan dengan hati-hati di atas bantal pasir khusus. Penghoramatan terhadap dirinya dilakukan dalam upacara tradisional, dan kerangkanya tetap dirawat selama lebih dari 700 tahun kematiannya.