Pembunuh Otzi the Iceman terpaksa melakukan aksi kekerasan tersebut terkait masalah pribadi, hal ini disimpulkan oleh para peneliti daam kongres mumi tiga hari di Bolzano, Italia Utara.
Untuk merayakan peringatan ke-25 penemuan manusia es itu di Otzal Alps di Tyrol Selatan, pertemuan itu menghasilkan pandangan baru pada mumi berusia 5.300 tahun tersebut, termasuk sebuah profil yang didapat dari metodologi kriminal terbaru.
Berdasarkan analisis ini, Otzi diketahui tidak terjatuh dari gunung untuk melarikan diri dari musuhnya. Sebaliknya, ia hanya beristirahat dan dikejutkan oleh penyerangnya yang menembakkan panah dari belakang dengan jarak yang jauh.
Teori ini merupakan spekulasi terbaru dari kasus kematian Otzi.
“Dalam syarat signifikansinya terkiat ilmu pengetahuan, Otzi bukanlah temuan mumi yang secara sederhana terisolasi. Ia seperti orang Eropa dari waktu lampau dan alasan itu sendiri yang membuatnya menjadi berharga,” ujar Albert Zink, direktur dari EURAC Institute for Mummies and the Iceman di Bolzano.
Ilmuwan telah mempelajari banyak hal terkait Otzi dalam 25 tahun terakhir. Dari banyak hal, mereka menemukan bahwa Otzi memiliki mata berwarna cokelat, dengan tinggi 159 sentimeter dan berat tubuh 50 kilogram.
Ia meninggal sekitar usia 45 tahun dan menderita atherosclerosis. Otzi juga diketahui terinfeksi Helicobacter pylori, patogen yang menyebabkan seseorang mengalami gastritis. Uji genetik mengungkapkan bahwa ia merupakan bagian dari haplogroup K Eropa.
“Yang menjadi fokus paling besar saat ini adalah untuk mengetahui siapa sebenarnya manusia es ini, peran apa yang ia mainkan dalam masyarakat, dan apa yang terjadi di hari terakhir ia hidup,” kata Angelika Fleckinger, direktur South Tyrol Museum of Archaeology, tempat mumi itu dirumahkan di dalam ruang pendingin dengan jendela observasi.
Agar dapat memecahkan kasus ini, Fleckinger meminta kepala inspektur Alexander Horn di Departemen Investigasi Kriminal di Munich, Jerman untuk meneliti kasus pembunuhan Otzi dengan menggunakan analisa investigasi perilaku.
Horn mulai dengan menguji lokasi kriminal, dimana pada 19 September 1991, jasad manusia es itu ditemukan dekat lapisan es yang meleleh di Otztal Alps.
Ia merekonstruksi lokasi kejadian dengan objek yang ditemukan di sana dan menambahkan analisisnya dengan data dari uji medis forensik.
“Saya sebenarnya memiliki informasi lebih banyak mengenai Otzi dibandingkan kasus kriminal modern saat ini,” ujar Horn. Hasil dari investigasinya mengatakan bahwa Otzi tidak melarikan diri. Dirinya hanya beristirahat dan menikmati bekalnya, kambing liar yang disebut Alpine ibex.
“Ketika Anda melarikan diri, Anda tidak mungkin hanya duduk dan berhenti untuk menikmati makanan besar saja,” ujar Horn.
Horn mengungkapkan bahwa kasus pembunuhan yang menewaskan Otzi lebih terkait dengan masalah pribadi yang dimiliki sang pembunuh. Sang pelaku memilih untuk memanahnya dari jarak jauh dibanding pertarungan satu lawan satu.