Aktivis konservasi akhirnya dapat bernapas lega. Larangan penjualan cula badak lintas batas yang telah berlaku sejak tahun 1977 masih akan diterapkan. Hal ini kembali dibahas, setelah usulan negara Swaziland untuk melegalkan perdagangan cula badak diajukan pada konferensi perdagangan satwa liar di Afrika Selatan. Tetap diterapkannya peraturan ini berarti usulan telah ditolak.
Convention of the International Trade in Endangered Species (CITES) untuk satwa dan tumbuhan liar diadakan pada Rabu (3/10) di Johannasburg. Konvensi perdagangan satwa global ini terdiri dari 182 negara dan Uni Eropa. Perwakilan tiap negara melakukan konferensi selama dua minggu untuk menetapkan kebijakan perdagangan satwa liar internasional.
Pengajuan usulan ini disampaikan oleh Swaziland, yang memungkinkan negara untuk menjual cula badak putih ke melintasi perbatasan. Perwakilan negara kecil di selatan Afrika, Ted Reilly berpendapat bahwa penjualan akan menghasilkan uang yang sangat dibutuhkan untuk konservasi satwa liar.
"Kita semua tahu larangan tersebut tidak berhasil," kata Reilly.
Perwakilan negara diminta memberikan suara terhadap usulan tersebut. Sebanyak 26-100 total suara setuju, hanya 17 orang yang abstain. Komite langsung menolak usulan tersebut.
Badak putih merupakan yang terbesar dari lima spesies badak lainnya. Saat ini hanya sekitar 20.400 badak putih tersisa, dua pertiga dari total populasi badak. Mereka ditemukan di hampir selusin negara-negara Afrika, di mana sejumlah 70 persen badak berada di Afrika Selatan.
Perburuan telah membuat hewan seberat 5.000 pon ini punah menjelang akhir abad ke-19, tetapi mereka berhasil pulih berkat upaya konservasi menakjubkan.
Sekarang hewan ini mulai terancam lagi. Semua orang mencari cara untuk menyelamatkan mereka. Para orang kaya baru di Vietnam dan China telah meningkatkan permintaan cula badak. Tahun lalu seorang pemburu menembaki dan membunuh lebih dari seribu badak tanpa ampun.