Pria Ini Dedikasikan Hidupnya untuk Lestarikan Kota Kuno Petra

By , Minggu, 9 Oktober 2016 | 09:15 WIB

Talal Akasheh telah mengabdikan setengah hidupnya untuk melindungi dan melestarikan kota Petra (berusia hampir 2.500 tahun) di Yordania dari kerusakan alam dan ketidakpedulian. Saat rekan-rekan sejawatnya telah lama pensiun, Akasheh (69 tahun) tetap mantap melestarikan ibukota dari basis perdagangan, sekaligus rumah bagi koleksi terbesar monumen ukiran batu di dunia.

“Karena biaya yang mahal dan situasi ekonomi Yordania yang mengerikan, satu-satunya harapan adalah seluruh dunia mesti berkolaborasi dan berkontribusi terhadap perlindungan dan konservasi Petra," tukas Akasheh.

Petra adalah pusat perdagangan karavan berkembang dari 400 SM – 106 M dipenuhi ukiran batu pasir merah. Kota ini sempat hancur dan terabaikan hingga ditemukan kembali oleh penjelajah Swiss, Johann Lewis Burckhardt pada tahun 1812. Semenjak itu pula situs terus berkembang menjadi destinasi pariwisata. Penampilannya yang eksotis menarik sutradara Hollywood. Beberapa adegan dalam film Indiana Jones dan Last Crusade diambil di sana sekitar tahun 1989.

Awal mula kecintaan Akasheh terhadap Petra didorong oleh nenek moyangnya yang asli berasal dari Yordania. Saat itu mereka tinggal di sebuah desa dekat Petra pada abad ke-18. Akasheh sendiri datang ke Petra pertama kali sebagai turis pada tahun 1982. Ia terpukau dengan keindahan Petra. Akhirnya Akasheh, yang bekerja sebagai ahli kimia, mengajar di universitas Yordania. Ia pun menjadi salah satu aktiivis preservasi terkemuka Petra.

"Keahlian saya dalam bidang kimia memiliki sedikit hubungan dengan pelapukan monumen Petra,” ungkap Akasheh. Menurutnya, proses-proses seperti geologi, fisika, kimia, dan biologis yang terjadi pada monumen sudah di luar kemampuannya. Akasheh harus mempelajari hal-hal baru. Perlahan-lahan, ia memutuskan timnya harus menciptakan sebuah sistem informasi.

Rolex Laureate, membuat suatu database peta, foto, dan bahan penelitian lain. Ke depannya, database ini akan dikembangkan sebagai template sistem informasi global menggunakan GPS untuk memetakan dan menganalisis 3.000 fitur arkeologi di sekitar kota untuk konservasi, penelitian, dan pariwisata.

Bersama dengan ilmuwan dari Yordania, Italia, dan Afrika Selatan, Akasheh menghabiskan waktu tiga tahun menggunakan fotogrametri. Metode ini untuk mengukur stabilitas batu di Siq, pintu masuk utama ke kota. Ia dan rekannya menyelesaikan rencana konservasi Petra pada tahun 2015. Ia berharap dapat menerbitkan pengalamannya dalam buku.

Awal tahun ini, Akasheh masuk dalam daftar 10 aktivis preservasi kehormatan dalam Konferensi Internasional ke-13 Sejarah dan Arkeologi Yordania.

Ia berharap terdapat dana tambahan untuk upaya pelestarian. Parahnya kerusakan-kerusakan pada situs membutuhkan tindakan secepatnya.

“Karena biaya yang mahal dan situasi ekonomi Yordania yang mengerikan, satu-satunya harapan adalah seluruh dunia mesti berkolaborasi dan berkontribusi terhadap perlindungan dan konservasi Petra," tukas Akasheh.