Keseriusan Dunia Hadapi Peternakan Harimau

By , Kamis, 20 Oktober 2016 | 11:00 WIB

China berada di bawah tekanan hari ini karena ancaman penutupan peternakan intensif dan penjualan bagian tubuh harimau. Peternakan tersebut telah melanggar keputusan internasional. Negara ini memiliki sekitar 5.000 sampai 6.000 harimau dalam peternakan. Harimau yang masih hidup biasanya dijadikan objek hiburan wisata, sementara yang telah mati dijadikan koleksi barang mewah dan obat di pasar, setelah sebelumnya dibantai.

Masalah ini diangkat pada acara konservasi di Johannesburg, Afrika Selatan: Konvensi Perdagangan Internasiional Spesies Flora dan Fauna Langka (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/CITES). Salah satu yang menarik dari pertemuan ini adalah sejumlah 182 negara, mencari cara bersama untuk menindak perdagangan kucing besar Asia, termasuk harimau, macan tutul, dan macan tutul salju.

Peternakan harimau juga terdapat di Thailand, Vietnam, dan Laos. Negara-negara ini telah lama dicurigai menjadi pemasok besar di pasar gelap internasional untuk produk satwa liar ilegal.

Peternakan harimau juga terdapat di Thailand, Vietnam, dan Laos. Negara-negara ini telah lama dicurigai menjadi pemasok besar di pasar gelap internasional untuk produk satwa liar ilegal. Jumat lalu, pada hari pertama konferensi, konservasionis memuji Laos yang megungkapkan sedang mencari cara untuk menghapus secara perlahan peternakan harimau.

Baru-baru ini pula, pemerintah Thailand menggerebek Kuil Harimau (Tiger Temple) di Thailand. Sebelumnya, kuil tersebut merupakan destinasi wisata terkenal, namun dicurigai sebagai pemasok tubuh harimau ke pasar gelap. Hasil penggerebekan ditemukan lebih dari seratus harimau dan 40 mayat anak harimau. Salah satu biksu telah ditangkap, karena berusaha melarikan diri dengan kulit harimau, gigi harimau, dan sekitar seribu jimat berisi potongan kulit harimau.

"Peternakan harimau dan perdagangan bagian besar tubuh harimau dan turunannya merupakan ancaman bagi konservasi harimau liar ! Kita tidak bisa membiarkannya lagi," tukas Debbie Banks, perwakilan dari Environmental Investigation Agency, sebuah LSM yang berbasis di London.