Anita Ivane berulang kali berdecak kagum ketika menyaksikan topeng berbagai jenis dan ukuran berjajar rapi di sebuah galeri berbentuk rumah Joglo. Topeng-topeng warisan budaya Nusantara itu telah berhasil memikat hatinya.
“Semuanya sangat mengagumkan! Ada banyak karakter dan masing-masing punya ekspresinya sendiri,” ujarnya bersemangat.
Anita berasal dari Latvia, sebuah negara yang berada nun jauh di utara Eropa. Ia dan rekan-rekan senegaranya melintasi hampir separuh Bumi dan menghabiskan berjam-jam waktu membosankan di pesawat untuk menghadiri World Culture Forum (WCF), di Nusa Dua, Bali, 10-14 Oktober 2016. Ia berpartisipasi sebagai peserta International Folk Dance Festival (IFDF), acara pendukung WCF.
Baca juga: World Culture Forum 2016, Harmonisasi Pembangunan dengan Kebudayaan
“Saya belum pernah lihat topeng-topeng semacam ini sebelumnya. Jika melihat pun, hanya lewat film atau kartun.”
Senin (10/10) sore, Anita dan seluruh peserta WCF 2016 berkesempatan mengikuti kunjungan budaya ke Rumah Topeng dan Wayang Setia Darma yang berada di Kubu Bingin Cultural Village, Jl. Tegal Bingin, Banjar Tengkulak Tengah, Kemenuh Village, Sukawati, Gianyar, Bali.
Rumah Topeng dan Wayang Setia Darma merupakan sebuah museum unik dengan misi melestarikan sejumlah benda warisan budaya yang paling kaya warna di Indonesia. Kompleks galeri yang menempati lahan seluas 1,4 hektar itu terdiri dari enam ruang pameran, ruang konferensi, panggung terbuka dan taman. Tempat ini sering kali dimanfaatkan oleh para seniman untuk mengadakan pameran atau pementasan seni.
Rumah Topeng dan Wayang tersebut memiliki koleksi yang jumlahnya mencapai kisaran 5.500 buah. Koleksi-koleksi tersebut berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan beberapa negara di dunia, seperti Jepang, Myanmar dan Rusia.
“Saya rasa, masing-masing dari topeng itu memiliki kisah di baliknya, entah dari mitos, dongeng atau legenda. Ada banyak sekali, mustahil untuk menghafalkan semuanya,” kata Anita.
Ia mengaku senang bisa mengikuti acara WCF 2016 karena ia dapat melihat langsung berbagai budaya yang ada di Indonesia. “Saya belum pernah lihat topeng-topeng semacam ini sebelumnya. Jika melihat pun, hanya lewat film atau kartun,” akunya jujur.
Baca juga: Pembangunan Seimbang, Kunci Masyarakat yang Bahagia
Selain dapat melihat-lihat ribuan koleksi topeng dan wayang, peserta yang hadir juga disuguhi aneka pertunjukan tari dari berbagai daerah di Nusantara.
Pelaksanaan WCF tahun ini memang agak berbeda dibandingkan sebelumnya. Di antara berbagai simposium dan serangkaian pidato, diselipkan agenda kunjungan budaya sebagai bagian kesatuan dari forum tersebut.
Kunjungan budaya dirancang agar peserta dapat merasakan pengalaman langsung berinteraksi dengan kebudayaan di Bali. Sesuai dengan harapan Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilman Farid, bahwa dengan menjadi lokasi penyelenggaraan WCF, Indonesia bukan hanya sebagai tuan rumah, melainkan juga menyediakan wadah bagi para peserta untuk berinteraksi dengan kekayaan budaya Nusantara.