Pembangunan Seimbang, Kunci Masyarakat yang Bahagia

By , Rabu, 12 Oktober 2016 | 13:00 WIB

Keseimbangan antara pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan sangat penting dalam mewujudkan kehidupan masyarakat perkotaan yang bahagia. Demikian ujar Walikota Bandung, Ridwan Kamil dalam simposium bertajuk “Menjalin Sejarah, Ruang Kota dan Gerakan Budaya" di Bali, Selasa (11/10). Simposium ini termasuk dalam serangkaian acara World Culture Forum (WCF) 2016 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Simak juga: World Culture Forum 2016, Harmonisasi Pembangunan dengan Kebudayaan

Emil—sapaan akrab Ridwan Kamil, mengatakan bahwa kebanyakan kota-kota di Indonesia hanya berfokus pada pembangunan ekonomi dan mengabaikan sisi sosial serta lingkungan. Pembangunan yang pincang semacam itu dapat mengakibatkan tingkat stres yang tinggi bagi penduduk di kota tersebut.

“Kalau pembangunan yang seimbang dilaksanakan, maka kebahagiaan hakiki manusia akan hadir. Kalau tidak, manusia hanya akan jadi robot,” ujarnya.

Dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan di Kota Bandung, Emil mengadopsi filosofi adat Sunda yang disebut Tri Tangtu. Falsafah ini menjadi pegangan hidup masyarakat adat Sunda dalam menjaga keselarasan dalam berkehidupan, baik secara vertikal maupun horizontal. Tri Tangtu berpegang pada tiga harmoni, yakni kepada Tuhan, alam dan budaya.

Simak juga: Terpikat Pusaka Nusantara

Tri Tangtu kemudian diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari. Emil mencontohkan beberapa penerapan konkrit ketiga harmoni tersebut dalam pembangunan Kota Bandung. Harmoni kepada Tuhan, misalnya, diaplikasikan melalui program Magrib Mengaji.

Bukan hanya itu, Emil juga berusaha sebisa mungkin terlibat dalam perayaan berbagai agama yang dipeluk oleh warganya.“Selain perayaan Islam, saya juga menghadiri perayaan dari agama lain. Karena saya adalah walikota semua warga Bandung,” katanya.

Untuk mendekatkan warga Kota Bandung dengan alam, Ia mulai menghidupkan kembali taman-taman kota. Ada lebih dari 15 taman kota yang telah didandani sedemikian rupa, sehingga bisa menjadi tempat rekreasi yang murah meriah bagi warga Kota Bandung. Selain itu, Emil juga menggalakkan program urban farming. “Saya ingin menanamkan pola pikir bahwa masyarakat perkotaan pun dapat memproduksi tanaman pangan sendiri,” ucapnya.

"Meskipun negeri ini belum sebaik negara-negara maju, tetapi kebahagiaan masyarakatnya adalah yang terpenting. Manusia boleh miskin, tetapi dia harus bahagia.”

Mengharmonikan budaya dilakukan Emil dengan menerapkan program “Rebo Nyunda”. Setiap hari Rabu, seluruh masyarakat Kota Bandung diwajibkan bertutur dalam Bahasa Sunda dan mengenakan pakaian adat Sunda. Selain itu, festival budaya juga tak kalah penting untuk diselenggarakan, sebab festival dapat menjadi ajang bagi masyarakat untuk berkesenian dan berekspresi.

“Ada lebih dari 100 festival budaya yang digelar di Bandung tiap tahunnya. Pelaksanaannya pun tidak terpusat, bisa ditemukan hingga ke kampung-kampung,” tambah Emil.

Emil mengatakan, Bandung ingin memberikan contoh bahwa kehidupan yang selaras bisa dicapai melalui tiga harmoni tersebut. Ia berharap, apa yang dilakukan Bandung bisa diadopsi oleh kota-kota lain di Indonesia. "Meskipun negeri ini belum sebaik negara-negara maju, tetapi kebahagiaan masyarakatnya adalah yang terpenting. Manusia boleh miskin, tetapi dia harus bahagia,” pungkasnya.