Perjalanan Lama di Luar Angkasa Dapat Membahayakan Kesehatan Otak Astronaut

By , Senin, 17 Oktober 2016 | 20:00 WIB

Sebuah penelitian baru pada hewan pengerat telah menemukan adanya kerusakan otak dan masalah kognitif setelah enam bulan hewan-hewan tersebut terpapar radiasi ruang angkasa, radiasi serupa yang akan ditemukan oleh para astronaut. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa radiasi ruang angkasa dapat menyebabkan para astronaut dapat menderita permasalahan memori, kecemasan and ganguan lainnya.

“Ini bukan hal yang spele,” kata salah satu penulis penelitian Charles Limoli, seorang ahli syaraf dari University of California, Irvine. “Saya tidak berpikir bahwa selama perjalanan menuju Mars dan kembali ke bumi astronaut akan pulang dengan membawa sesuatu yang mirip dengan alzheimer. ”

Menurut penelitian serupa yang dilakukan tahun lalu , yang menemukan permasalahan yang terjadi di dalam otak dan perilaku tikus laboratorium setelah mereka terpapar radiasi. Saat ini, kelompok telah menemukan bahwa hewan pengerat yang teradiasi tertatih ketika sedang melakukan sesuatu dan uji memori, dan permasalahan tersebut terus terjadi selama hidupnya.

Dibandingkan dengan tikus lainnya, tikus yang terkena radiasi menjadi kurang tertarik dalam menyelidiki mainan baru, atau sebuah mainan yang dipindahkan ke lokasi baru di dalam kandangnya. Tikus yang terkena radiasu menjadi kurang fleksibel dalam merespon sebuah peruhanan di lingkungan mereka.

“Saya tidak berpikir bahwa selama perjalanan menuju Mars dan kembali ke bumi astronaut akan pulang dengan membawa sesuatu yang mirip dengan alzheimer. ”

Tikus tersebut juga terlihat menjadi lebih cemas, lebih memilih untuk berada di tempat tertutup untuk berlindung di dalam labirin daripada bertualan ke daerah yang lebih terbuka. Mereka terlihat memiliki permaslaahan dalam tidak mempelajari sesuatu atau stress, kata Limoli. Hewan tersebut tidak dapat membendung rasa takut di dalam diri mereka. 

Pada manusia, hal semacam ini berarti tingkat stress dan kecemasan yang tinggi dan perilaku yang merugikan dalam situasi yang tidak terduga atau darurat, tulis tim peneliti dalam makalah mereka yang diterbitkan pada 10 Oktober, lapor Scientific. Para astronaut kemungkinan juga dapat menderita dalam permaslahan mengingat sesuatu atau kesulitan dalam melakukan multitasking atau dalam mengambil keputusan. "Dan tentu saja terdapat beberapa kemungkinan risiko tinggi untuk terserang demensia dini setelah para astronaut ini kembali ke bumi," kata Limoli. 

Dia dan rekan-rekannya juga meneliti kerusakan otak yang mungkin disebabkan oleh hal semacam ini. Di dalam area yang diperiksa, struktur dendrit berduri yang menerima rangsangan dari syaraf lainya telihat memiliki duri yang lebih sedikit. Perlu diketahui bahwa duri ini membantu menyalurkan sinyal diantara neuron yang berperan dalam hal pembelajaran dan mengingat sesuatu. "Ketika kita melihat tikus-tikus tersebut, para tikus memperlihatkan performa terburuk dalam melakukan sesuatu, hewan-hewan tersebut juga memperlihatkan pengurangan jumlah duri dendrit terbesar," jelas Limoli.

Dia dan rekannya menemukan pula peradangan yang terjadi pada otak tikus. Jejak peradangan ini dapat merangsang sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan dendrit terpangkas.

Suatu hal yang tidak ditemukan oleh tim peneliti adalah otak binatang tersebut pulih dari penderitaan mereka. "Hal tersebut adalah penemuan yang paling mengejutkan," kata Limoli.

"Saya tidak berpikir bahwa hal ini berarti menghambat kita pergi keluar angkasa," kata Limoli, "tapi jika kita mengetahui apa yang ada di luar sana, kita dapat mempersiapkan diri untuk menghadapinya dengan jauh lebih baik."

Bahkan dalam percobaan tim yang telah berlangsung menunjukkan bahwa permasalahan ini akan terus berlanjut . "Pada waktu hewan ini disiniari radiasi di bumi hanyalah beberapa menit dan saat ini kami melihat perubahan tersebut selama satu tahun, dan itu sangat mengejutkan,"

Pada manusia, hal tersebut kemungkinan akan tejadi pada beberapa bulan sebelum kerusakkan ini telihat jelas. Tetapi, ketika para astronaut memulai sebuah misi ke luar angkasa, kita masih belum mengetahui pesis bagaimana respon mereka terhadap radiasi sinar galatic kosmik. Untuk mempersiapkan, Limoli dan tim ingin mencari tahu wilayah otak bagian mana yang lebih rentan terhadap radiasi ruang angkasa. Mereka juga mengembangkan obat yang dapat membantu melindungi otak dari radiasi atau membantu untuk menyembuhkannya.  

Namun para tim optimis. "Ekplorasi kami terhadap dunia yang baru tidak harus terhambat oleh rasa takur terhadap paparan radiasi kosmik," tulis mereka. Sebaliknya, hal tersebut justru harus menginspirasi kita untuk memahami sebuah risiko dan mencari solusi yang potensial .

"Saya tidak berpikir bahwa hal ini berarti menghambat kita pergi keluar angkasa," kata Limoli, "tapi jika kita mengetahui apa yang ada di luar sana, kita dapat mempersiapkan diri untuk menghadapinya dengan jauh lebih baik."