Berkat Marlon Brando, Masa Depan Nyamuk Akan Berakhir

By , Selasa, 25 Oktober 2016 | 14:00 WIB

Setiap tahun, nyamuk membunuh lebih banyak manusia dari hewan lain. Nyamuk kerap kali membawa penyakit mematikan seperti, demam berdarah, chikungunya, kaki gajah, malaria, dan yang baru-baru ini menggemparkan dunia, virus Zika.

Suatu strategi terbaru dapat mengendalikan penularan penyakit oleh nyamuk secara keseluruhan. Pulau pribadi milik aktor Marlon Brando menjadi lokasi dilakukannya upaya ini, Brando jatuh cinta pada pulau Tetiaroa, tempat syuting film Mutiny On The Bounty. Ia membelinya pada tahun 1967. Saat ini, pulau menjadi rumah bagi salah satu upaya pengawasan nyamuk paling sukses di bumi.

Sejak dahulu nyamuk telah membawa penyakit seperti demam berdarah. Sekarang, penyebaran Zika menimbulkan banyak pertanyaan baru di seluruh dunia, menjadikannya tantangan global dalam pengendalian penyakit.

Peneliti sukses membebaskan salah satu atol (pulau koral yang mengelilingi sebuah laguna) itu dari Aedes polynesiensis, hanya dalam waktu enam bulan, tanpa menggunakan pestisida kimia atau modifikasi genetik. Aedes polynesiensis merupakan spesies nyamuk invasif, vektor penyakit seperti demam berdarah, chikungunya, dan Zika.

Metode ini juga sedang dikembangkan di Asia Tenggara, Eropa, dan Amerika. Di Polinesia Perancis, eksperimen ini dipimpin oleh Hervé Bossin dari Institut Louis Malardé, bekerja sama dengan Tetiaroa Society, komunitas nirlaba yang berbasis di atoll.

Saat ini, Tetiaroa Society merupakan pemilik perkebunan di Brando. Mereka melakukan visi Brando di bidang penelitian dan pelestarian lingkungan alam atol. Selain komunitas tersebut, ada pula The Brando, resor kelas atas ramah lingkungan yang merupakan bagian lain dari visi aktor.

Hama yang Tak Terhindarkan

Dari 3.500 spesies nyamuk, hanya dua vektor yang dikenal atas penyakit yang ditemukan di Polinesia Perancis. Aedes polynesiensis salah satu yang tertua dari dua nyamuk tersebut. Sebenarnya, ia tak berasal dari sana, kemungkinan ia tiba bersama dengan pelayar Polinesia pertama yang mencapai atoll 1000 tahun lalu. Spesies lain, yakni Aedes aegypti, berasal dari Afrika, menyebar ke Pasifik dari perdagangan Eropa di akhir abad 19 dan awal abad 20.

Sejak dahulu nyamuk telah membawa penyakit seperti demam berdarah. Sekarang, penyebaran Zika menimbulkan banyak pertanyaan baru di seluruh dunia, menjadikannya tantangan global dalam pengendalian penyakit.

Tango terakhir di Tetiaroa

Sejumlah 60 persen spesies serangga membawa bakteri berbahaya yang disebut Wolbachia dalam sitoplasma, campuran tebal air, garam, dan protein yang mengisi setiap sel. Populasi serangga berbeda memiliki strain Wolbachia yang berbeda pula.

Jika nyamuk jantan yang terinfeksi Wolbachia A berpasangan dengan wanita terinfeksi Wolbachia B, maka telur yang dibuahi gagal untuk berkembang. Ini karena ketidakcocokan sitoplasma. Nyamuk dewasa mungkin saja sehat (dapat berhasil kawin dengan individu lainnya, jika strain bakteri mereka cocok) namun serangga yang tidak cocok tidak menghasilkan keturunan apapun.

Inilah eksperimen yang digunakan ilmuwan untuk mengontrol Ae. polynesiensis di pulau Brando. Merke menggambarkan pulau sebagai laboratorium alam sempurna. Tetiaroa adalah atol dengan beberapa pulau kecil, memilki kisaran padat tanaman dan hewan yang hidup. Hal ini lah yang membuat ilmuwan lebih mudah untuk mengontrol variabel dan mengisolasi efek dari perubahan-perubahan kecil.

Pada awal proyek, tim di Tetiaroa menyiapkan perangkap dan menangkap sejumlah besar nyamuk liar. Nyamuk diberi antibiotik untuk melenyapkan Wolbachia alami dalam sistem mereka, kemudian mereka terinfeksi jenis lain dari Wolbachia dari populasi yang berbeda. Tim membiarkan nyamuk untuk berkembang biak, kemudian meneliti populasi itu.

Para ilmuwan kemudian menempatkan betina bersama dengan nyamuk jantan, sehingga mereka bisa membuat generasi pupa berikutnya yang membawa strain Wolbachia asing.

Enam bulan setelah proyek dimulai, tim telah hampir membasmi Ae. polynesiensis dari pulau atol, Onetahi. Sekarang Bossin dan Tetiaroa Society melakukan eksperimen untuk membasmi Ae. polynesiensis di sisa atol.