Setidaknya 2.000 tahun sebelum proses mumifikasi Mesir yang masyhur menjadi sangat umum, manusia pemburu-pengumpul Chinchorro mempraktekkan tata cara pengawetan jenazah ala mereka sendiri terhadap sebagian besar anak-anak dan janin yang belum lahir.
Sekitar 120 mumi tertua di dunia berada di Universitas Tarapaca, Cili dan 180 sisanya tersebar di berbagai lokasi. Selama 10 tahun terakhir, kondisi mumi-mumi ini mulai memburuk sangat cepat meskipun telah diawetkan menggunakan teknik konservasi paling mutakhir. Penyebabnya ialah kenaikan tingkat kelembaban akibat perubahan iklim yang mendorong penyebaran mikroba ke dalam daging mumi. Hal ini menyebabkan melonjaknya tingkat dekomposisi organik dan produksi cairan hitam pekat.
“Mumi-mumi ini berasal dari 7.000 tahun lalu, sehingga praktek mumifikasinya relatif lebih kuno dibanding yang ditemukan pada mumi Mesir,” kata Sergio Medina Parra, antropolog di Universitas Tarapaca.
Dengan demikian, mumi-mumi yang terawetkan oleh pasir kering dari Gurun Atacama ini merupakan salah satu contoh tertua dari ritual kematian manusia yang pernah ditemukan.
Agar upaya pelestarian mumi lebih gencar dan maksimal, para peneliti Cili telah mendaftarkan peninggalan bersejarah tersebut kepada UNESCO agar diakui sebagai situs warisan dunia.
“Status tersebut bukan tujuan akhir, melainkan awal dari proses peningkatan peralatan konservasi, bersama seluruh masyarakat Cili dan internasional,” tutup Parra.