Rahasia Si Woody Woodpecker

By , Rabu, 9 November 2016 | 12:00 WIB

Ada lebih dari 300 spesies burung pelatuk di seluruh dunia. Burung-burung ini gemar mematuki kayu karena berbagai alasan: membangun sarang, mencari serangga, memperoleh getah, atau membuat lubang untuk menyimpan makanan. Burung inilah yang mengilhami Walter Lantz menciptakan tokoh kartun Woody Woodpecker.

Meski gemar mematuki pohon dengan paruhnya, burung pelatuk tak pernah mengalami cedera otak. Apa rahasianya?

Ahli ekologi perilaku Florida Gulf Coast University, Jerome Jackson mengatakan, ketika memilih kayu, biasanya burung pelatuk menargetkan pohon yang sudah rapuh akibat pelapukan jamur, sehingga lebih mudah dihancurkan.

“Patukan juga biasanya dilakukan secara sepintas lalu, bukan patukan langsung, sehingga tak begitu keras bagi burung pelatuk,” ujar Jackson.

Beberapa jenis burung pelatuk kerap melakukan patukan berulang yang super cepat untuk menarik perhatian lawan jenis dan mempertahankan wilayah kekuasaannya. Mereka melakukannya dipermukaan resonan, seperti kulit pohon yang berlubang, sehingga suara yang dihasilkan keras namun tak membuat kepala mereka sakit.

Rahasia lainnya, burung pelatuk memiliki otak berukuran kecil, hanya 0,07 ons. “Semakin besar ukuran dan massa otak, semakin besar pula risiko cedera otak,” ujar Lorna Gibson, profesor Massachusetts Institute of Technology yang mempelajari otak burung pelatuk.

Faktor lain yang melindungi burung pelatuk dari cedera adalah waktu kontak antara pohon dan paruh. “Waktu kontaknya sangat singkat, hanya satu setengah hingga satu milidetik,” kata Gibson. Sebagai perbandingan, cedera kepala pada manusia biasanya terjadi ketika kontak terjadi antara tiga hingga 15 milidetik.

Struktur tengkorak juga berperan melindungi cedera pada kepala burung pelatuk. Bagian luar tengkorak burung pelatuk tersusun atas tulang padat, sementara bagian dalamnya merupakan tulang berpori.

“Gaya yang menekan selama patukan terjadi tersebar di sekitar bagian keras tengkorak dan menjaga tekanan jauh dari otak,” ujar Richard Prum, ahli ornitologi evolusioner dari Yale University.

Otak burung pelatuk juga sangat pas dengan tengkoraknya, sehingga organ vital ini terhindar dari benturan dengan sisi-sisi tengkorak.  Selain itu, menurut Gibson, posisi otak juga berpengaruh. Otak burung pelatuk seperti setengah buah jeruk dengan sisi datar yang menghadap bagian depan. Kondisi ini menciptakan permukaan yang lebih luas sehingga tekanan bisa diredam.

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2011 menunjukkan bahwa struktur tulang dan otot yang membungkus tengkorak burung pelatuk juga membantu melindungi otak hewan tersebut.

"Intinya, semua itu adalah desain evolusioner yang baik,” pungkas Prum.