Melacak Raksasa Jinak, Hiu Paus

By , Sabtu, 19 November 2016 | 14:00 WIB

Sangat sedikit yang diketahui mengenai ikan terbesar di laut.

Itu sebabnya seorang ahli konservasi biologi, Brad Norman yang juga merupakan seorang ahli paus di dunia sedang berada di dalam sebuah misi untuk merekrut ribuan anak sekolah, wisatawan dan penyelam untuk memotret dan melaporkan penemuan mereka dengan raksasa laut yang jinak ini.

Ketika muncul, hiu paus sulit untuk dilewatkan. Karena hewan ini dapat tumbuh sebesar bus berukuran 40 kaki , dan lebar mulut yang hampir sebesar lima kaki dengan berat 20 ton atau lebih.

Awal ditemukannya yakni pada tahun 1828 di lepas pantai Afrika Selatan, hanya ada 320 penampakan dari hiu paus hingga 160 tahun kedepan, sebelum adanya penelitian terhadap hewan ini.

“Kami masih tidak tahu di mana mereka bertemu untuk berkembang biak dan mengapa mereka berkumpul di beberapa tempat atau tentang habitatnya yang mulai kritis,” kata Norman. “Dan mereka sulit untuk dilacak karena merek tinggal di dalam dasar laut selama berbulan-bulan,sehingga masih banyak misteri yang mengelilingi hewan ini.”

Berdasarkan penilaian dari penangkapan ikan komersial, perdagangan sirip hiu, dan boat strikes, Norman mengatakan bahwa populasi global mereka mungkin menurun lebih dari 50 persen selama 75 tahun terakhir.

Ahli biologi Brad Norman dan rekan-rekannya mengembangkan sebuah sistem identifikasi hiu paus pada anak-anak sekolah, turis, dan penyelam untuk membantu membangun sebuah database dari ribuan foto dan pertemuan mereka dengan hiu paus ini. (Kurt Amsler, Rolex Award via nationalgeographic.com)

Norman, seorang Rolex Laureate dan National Geographic Explorer, mulai memperluas penelitian tentang hiu paus pada 1990-an. Organisasi Penelitian kelautan miliknya, ECOCEAN, mengawali identifikasi foto dari hiu paus. Hingga saat ini, lebih dari 7000 ekor hiu paus telah terekam, melalui 60.000 foto dan 36.000 laporan penemuan terhadap keberadaan hiu paus ini oleh para ilmuwan dan warga setempat.

Hiu paus memiliki sebuah pola yang unik seperti bintik-bintik putih di dekat insang dan sirip dadanya yang mirip seperti sidik jari. Algoritma pengenalan pol a yang diadaptasi dari penggunaan NASA untuk memetakan bintang untuk mengidentifikasi individu, menyatukan pola migrasi dan wilayah.

“(Setelah) ribuan ilmuwan setempat di seluruh runia benar-benar menghasilkan informasi mengenai mamalia ini dan banyak publik yang tertarik untuk membantu konservasi dari spesies ini,” kata Norman. 

Norman juga menempatkan kamera sementara pada sirip hiu paus, untuk melihat pergerakan dari hewan ini yang lambat, anggun dan interaksinya terhadap manusia. Selama lebih dari dua dekade penelitian di pesisir Australia Barat Ningaloo reef, Norman bertemu dengan satu ekor hiu paus yang diberi julukan Zorro karena terdapat  bekas luka Z di tepi atas ekornya dan Stumpy untuk seekor paus dewasa dengan sirip berbentuk puntung atau stump-shaped.

“Berenang dengan hiu paus seperti melihat teman lama,” kata Norman. “Mengetahui mereka telah dewasa dan terus datang kembali memberi saya sebuah perasaan yang hangat.”

Norman mendorong generasi peneliti hiu paus selanjutnya melalui sebuah promosi seperti 2015’s Race Around the World, juga menempatkan sebuah tag satelit pada hiu paus agar memudahkan anak sekolah untuk melacak keberadaan mereka. Ia juga berencana untuk melibatkan lebih banyak murid dalam mempelajari hiu paus dan membantunya untuk meningkatkan kesadara global pada tahun 2017. Lihat whaleshark.org.au untuk informasi lebih lanjut.

“Kami masih dalam tahap awal ketika mencoba untuk mempelajari sejarah dan perilaku paus hiu ini,” kata Norman. ‘kami beruntung semakin banyak orang yang bekerja sama dengan kami untuk membantu konservasi terhadap mereka.’