Pelatihan Musik dapat Membentuk Koneksi Otak Baru pada Anak-anak

By , Kamis, 24 November 2016 | 12:00 WIB

Pelatihan musik dapat meningkatkan koneksi saraf otak pada anak-anak dan mungkin berguna dalam menangani autisme serta Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Demikian menurut studi terbaru yang dipresentasikan dalam pertemuan Radiological Society of North America (RSNA).

“Sudah diketahui bahwa instruksi musik bermanfaat bagi anak-anak yang menderita gangguan tersebut, tetapi studi ini memberi kita pemahaman lebih dalam bagaimana tepatnya otak berubah dan dimana koneksi baru saraf terjadi,” ujar Pilar Dies-Suarez, kepala radiolog di Hospital Infantil de México Federico Gómez di Mexico City.

Para peneliti mempelajari 23 anak sehat berusia lima dan enam tahun. Semua anak merupakan pengguna dominan tangan kanan, dan tak memilki riwayat gangguan sensorik, persepsi atau neurologis. Selain itu, tak satu pun dari anak-anak tersebut mendapat pelajaran seni sebelumnya.

Seluruh partisipan menjalani tes sebelum dan sesudah pembelajaran musik dengan diffusion tensor imaging (DTI) dari otak. DTI adalah teknik canggih MRI, yang mengidentifikasi perubahan mikrostruktur di materi putih otak. Materi putih otak terdiri dari jutaan serabut saraf (akson) yang bertindak seperti kabel komunikasi  dalam menghubungkan berbagai daerah otak.

“Mendapat pengalaman musik pada usia dini dapat berkontribusi terhadap perkembangan otak yang lebih baik, memaksimalkan penciptaan dan pembentukan jaringan saraf, serta merangsang saluran otak yang ada,” ujar Dies-Suarez.

Setelah partisipan studi menyelesaikan instruksi musik menggunakan tabung perkusi selama sembilan bulan, hasil DTI menunjukkan peningkatan panjang struktur akson di beberapa area otak yang berbeda.

“Ketika anak menerima instruksi musik, otak mereka diminta untuk menyelesaikan beberapa tugas tertentu. Tugas ini melibatkan pendengaran, motorik, kognisi, emosi dan kemampuan sosial, yang tampaknya mengaktifkan berbagai area otak berbeda ini. Hasil ini mungkin terjadi karena kebutuhan untuk membuat hubungan yang lebih banyak antara dua belahan otak,” papar Dies-Suarez.

Para peneliti meyakini bahwa hasil studi ini nantinya akan dapat membantu menciptakan strategi dalam menangani spektrum autisme dan ADHD.