Lebih dari empat dekade lalu, ilmuwan berhasil menemukan fosil leluhur manusia awal yang hidup sekitar 3,18 juta tahun lalu. Fosil tersebut milik Australopithecus afarensis, atau lebih dikenal dengan julukan Lucy.
Sejak penemuan fosil Lucy, para ilmuwan telah memperdebatkan setiap aspek tentang Lucy. Salah satu perdebatan terbesar yang hangat di kalangan ilmuwan ialah, apakah Lucy—yang memiliki fitur kera besar sekaligus manusia, lebih banyak menghabiskan waktu di pohon atau berjalan di tanah?
Baru-baru ini, berkat teknologi CT-Scan yang lebih canggih, kita akhirnya mengetahui jawabannya. Menurut tim peneliti dari John Hopkins University dan University of Texas, Lucy sangat mahir memanjat pohon. Bahkan para peneliti dapat melihat tanda-tanda kemampuan ini dalam konstruksi tulang mereka.
Dalam studi ini, ilmuwan membuat 35.000 potongan CT-Scan yang menunjukkan rincian terdalam dari struktur tulang Lucy.
“Penelitian kami berdasarkan teori tentang bagaimana suatu benda dapat memfasilitasi atau menahan kelenturan. Misalnya, selang atau sedotan yang memiliki dinding tipis, akan lentur dengan mudah, sementara dinding yang lebih tebal mencegah kelenturan. Sama halnya dengan tulang,” ujar Christopher Ruff, dari Johns Hopkins University School of Medicine.
Menggunakan hipotesis ini, tim dapat menentukan mana bagian tubuh Lucy yang sering digunakan dan jarang digunakan. Hasil analisis mengungkap bahwa lengan Lucy terbentuk dengan sangat baik, seperti lengan simpanse. Di sisi lain, pemindaian dari tulang kaki juga menunjukkan bahwa Lucy juga sangat beradaptasi untuk berjalan seperti halnya manusia.
“Lengan simpanse relatif dibangun lebih padat karena mereka menggunakannya untuk memanjat pohon. Kebalikannya, manusia memiliki tulang kaki lebih padat karena menghabiskan waktu lebih banyak untuk berjalan. Hasil untuk Lucy sangat meyakinkan dan intuitif,” ujar Ruff.
Hasil penelitian ini mendukung studi sebelumnya yang menemukan bukti-bukti bahwa Lucy mungkin tewas akibat terjatuh dari pohon. Meski demikian, ada satu pertanyaan yang masih jadi misteri: seberapa banyak waktu yang dihabiskan oleh Lucy dan spesies hominid awal lainnya untuk berada di pohon?
Singkatnya, saat ini belum ada seorang pun yang mengetahui dengan pasti. Salah satu hipotesis paling populer ialah, kemungkinan Lucy tidur di atas pohon, untuk menghindari predator yang mengintai di malam hari.
Jika hipotesis itu benar, maka berarti Lucy menghabiskan sepertiga hidupnya di atas pohon apabila ia tidur rata-rata delapan jam per hari. Angka ini bisa lebih tinggi jika Lucy juga mencari makanan di kanopi hutan.
“Dari sudut pandang kita, mungkin tampak unik jika hominid awal seperti Lucy mengkombinasikan berjalan di atas tanah dengan dua kaki, sekaligus menghabiskan sejumlah besar waktu di atas pohon,” ujar Richard Ketcham dari the University of Texas.
“Tapi Lucy tidak tahu bahwa dirinya unik. Ia berpindah dari tanah dan memanjat pohon, membuat sarang dan mencari makan di atas sana, hingga hidupnya harus berakhir akibat—kemungkinan—terjatuh dari pohon,” lanjut Kappelman.
Harapannya, seiring membaiknya teknologi pemindaian, kita dapat memahami secara akruat bagaimana Lucy dan leluhur manusia awal lainnya, untuk melengkapi gambaran tentang bagaimana manusia berevolusi hingga menjadi kita seperti yang sekarang ini.