Mengubah Gambar Bumi Menjadi Seni Abstrak

By , Senin, 16 Januari 2017 | 20:30 WIB

Gambar di atas merupakan hasil jika Anda menggabungkan foto Bumi dari satelit dan mempercantiknya dalam gaya pelukis awal abad ke-20 dengan menggunakan kecerdasan buatan. Unik bukan?

Itu hanyalah salah satu gambar menakjubkan yang baru-baru ini diunggah ke Instagram oleh Bill Morris, seorang kartografer di Faraday, perusahaan analisis data yang berbasis di Burlington, Vermont. Morris mengatakan bahwa dirinya terinspirasi oleh Meredith Scheff-King, seorang seniman yang baru-baru ini membuat lukisan cat air dari citra satelit. Ia ingin mencoba hal serupa, tetapi tak memiliki bakat artistik seperti Scheff-King. Saat itulah kecerdasan buatan hadir.

Morris mulai bermain-main menggunakan aplikasi smartphone yang disebut Prisma. Aplikasi ini memungkinkan Anda untuk mengubah foto dengan meniru gaya seniman terkenal. Prisma menggunakan teknologi yang disebut jaringan saraf convolutional, jenis kecerdasan buatan yang mengenali pola dengan meniru sistem visual otak.

Pohon-pohon membaur dengan gedung-gedung tinggi di Sydney, Australia. (Foto: Digital Globe / Ilustrasi: Bill Morris via National Geographic)

Aplikasi itu sendiri tidak menghasilkan segala sesuatu yang Morris inginkan, tetapi sumber kode yang mendasari aplikasi tersebut memiliki akses terbuka. Morris memiliki keterampilan teknologi untuk mulai mengutak-atik sumber kode dan menyesuaikannya hingga mendapatkan efek yang ia inginkan.

Gambar di bagian atas artikel ini dibuat dari foto yang diambil oleh Planet Labs, perusahaan citra satelit yang berbasis di San Fransisco. Morris mengubahnya dalam gaya Francis Picabia, pelukis avant-garde Prancis yang hidup sezaman dengan Pablo Picasso. Seperti halnya Picasso, Picabia juga terkait dengan kubisme, gerakan seni di awal abad ke-20 yang memecahkan objek menjadi komponen garis dan kurva, dan kemudian merekonstruksinya kembali dalam bentuk yang berbeda.

Morris mengatakan, ini adalah metafora tepat yang menggambarkan bagaimana manusia telah mengubah lansekap alami. “Kita memecah tanah pada semua skala dan menggabungkannya kembali dengan tujuan berbeda, manusia secara langsung melawan lengkung dan lekuk alam,” tulisnya dalam postingan blog yang mendeskripsikan karyanya.

Garis-garis lurus hasil pembangunan manusia tampak menonjol terhadap lekukan sungai dalam versi kubisme (kanan) dari citra satelit dari Luuq, Somalia. (Foto: Planet Labs / Ilustrasi: Bill Morris via National Geographic)

Mengubah beberapa garis kode tidak benar-benar terasa seperti membuat karya seni, kata Morris. Namun demikian, ia tetap mengikuti rasa estetikanya. Ia meniru gaya Picabia dan seniman kubisme lain yang tak terlalu dikenal, Lyonel Feininger, karena keduanya menggunakan lebih banyak warna ketimbang Picasso. “Saya agak tergila-gila dengan warna-warna cerah,” katanya.

Morris telah bermain-main dengan pengaruh seni lainnya, tetapi sejauh ini, ia berpikir bahwa kubisme-lah yang menghasilkan gambar paling menarik. Ia menyukai bagaimana gambar tersebut menyoroti dampak manusia terhadap lansekap. “Saya tidak ingin mengatakan bahwa ada potensi besar yang menimbulkan kesadaran lingkungan,” kata Morris, “tetapi gambar-gambar ini dapat membantu mengubah sedikit perspektif Anda,” pungkasnya.