Selama beberapa dekade, para ilmuwan telah berdebat perihal penyebab punahnya megafauna di Australia. Sebagian berpendapat bahwa hewan-hewan tersebut tak sanggup bertahan dari perubahan iklim, sebagian yang lain menduga hewan-hewan itu habis diburu oleh manusia awal yang mengkolonisasi sebagian besar benua tersebut 50.000 tahun silam, ada pula yang berpendapat bahwa kombinasi manusia dan perubahan iklim jadi penyebab kepunahan.
Penelitian yang dilakukan oleh tim ilmuwan dari Monash University dan University of Colorado Boulder memberi titik terang dalam perdebatan ini. Bukti terbaru yang melibatkan kotoran purba dari beberapa makhluk raksasa menakjubkan yang pernah menjelajahi daratan Australia menunjukkan bahwa kepunahan mereka sekitar 45.000 tahun lalu diakibatkan oleh ulah manusia, bukan perubahan iklim.
Tim memanfaatkan informasi dari inti sedimen yang dibor di Samudra Hindia, lepas pantai barat daya Australia, untuk membantu merekonstruksi iklim masa lalu dan ekosistem di benua itu.
“Inti sedimen ini memungkinkan kami “melihat” kembali ke masa lebih dari 150.000 tahun silam,” kata Gifford Miller, salah satu peneliti dari University of Colorado Boulder.
Dari sedimen tersebut, terungkap bahwa spora jamur dari kotoran mamalia pemakan tanaman melimpah sekitar 150.000 tahun silam, namun menukik tajam pada sekitar 45.000 tahun lalu.
“Melimpahnya spora-spora ini merupakan bukti ada banyak populasi mamalia besar di barat daya Australia hingga 45.000 tahun lalu. Kemudian hanya dalam beberapa ribu tahun, populasi megafauna itu runtuh,” kata Miller.
Inti sedimen juga menunjukkan bahwa barat daya merupakan salah satu dari sedikit wilayah di Australia yang memiliki hutan lebat, baik 45.000 tahun lalu atau pun sekarang. Kondisi tersebut menjadikan wilayah barat daya sebagai rumah terbaik bagi keanekaragaman hayati. Di tempat itu pula, para peneliti menduga, koleksi megafauna Australia seperti kangguru berbobot 500 kg, wombat berbobot hingga 2 ton, kadal berukuran panjang 7 meter, burung tak bisa terbang dengan berat 200 kg, marsupial seberat 150 kg, hingga kura-kura sebesar Volkswagen tinggal.
“Itu merupakan wilayah dengan bukti-bukti awal kehadiran manusia di Benua Australia, dan itulah tempat yang kita duga sebagai tempat tinggal hewan-hewan raksasa,” kata Miller.
Kesimpulan ini didukung oleh penemuan Miller pada 2016 silam. Ia menyuguhkan cangkang telur Genyornis—burung berbobot 200 kg—dengan bekas terbakar, sebagai bukti langsung pertama bahwa manusia benar-benar memangsa megafauna Australia.
Kepadatan pohon dan semak-semak di tempat tersebut bisa menjadi salah satu pertahanan terakhir mereka sekitar 45.000 tahun lalu. Miller juga menegaskan, “Tidak ada bukti perubahan iklim yang signifikan selama masa kepunahan megafauna.”
Ia mengatakan, kepunahan mungkin disebabkan oleh perburuan berlebihan yang tak terasa. Studi pada tahun 2006 oleh para peneliti Australia menunjukkan bahwa perburuan megafauna dengan intensitas rendah sekalipun dapat mengakibatkan kepunahan spesies hanya dalam waktu beberapa ratus tahun.