Lembaran Foto yang Dibawa oleh Para Pengungsi Suriah

By , Kamis, 2 Februari 2017 | 18:00 WIB

Dalam novel tentang Perang Vietnam karangan Tim O’Brien, The Things They Carried, para tentara mengepak surat-surat, alkitab, dan sabun ketika berangkat ke medan perang. Sementara itu, keluar dari medan perang, dalam serial foto “Memories from Syria” karya fotografer Muhammed Muheisen, para pengungsi menggenggam berbagai foto.

Di kamp-kamp pengungsi di Yunani, Muheisen, kepala fotografer Associated Press untuk Timur Tengah, meminta orang-orang Suriah memperlihatkan foto-foto yang mereka bawa dalam perjalanan mereka sejauh ribuan kilometer. Mereka menyelipkannya di dompet dan membungkusnya dalam kantong plastik. Ada tumpukan pasfoto dan potret yang dipotong menjadi seukuran kuku jari tangan, untuk memudahkan penyimpanan. Foto-foto tersebut menampilkan pernikahan, liburan keluarga, dan anak-anak yang kini tersebar di seluruh Eropa.

Seorang ayah berusia 55 tahun dari Aleppo memegang selembar foto kedua putrinya, yang salah satu di antaranya, kini dimakamkan di Suriah. “Caranya memegang goto tersebut bisa saya katakan seperti ia tengah menyentuh kulit putrinya,” kata Muheisen. Pengungsi lain dari Aleppo, Rustum Abdulrahman, mengatakan ia memotong foto istrinya sekecil mungkin agar tak mudah rusak dan ia tak akan pernah kehilangannya.

Muheisen ingin mendokumentasikan barang-barang yang dibawa oleh pengungsi Suriah dari rumah mereka, tetapi hanya sedikit orang yang masih memiliki harta berwujud. “Hampir setiap orang yang saya temui membawa selembar foto bersama mereka,” katanya. Sebelum ia meminta untuk melihat foto-foto itu, ia meminum teh dan mendengarkan kisah subjek-subjeknya. Foto-foto itu hampir mencapai tingkatan “suci”, dan memperlihatkan mereka membangkitkan tawa dan air mata dari kehidupan di masa lalu. “Foto-foto ini merupakan satu-satunya momen fisik dari masa lalu yang kami bawa hingga saat ini,” ujar salah seorang pengungsi.

Para pengungsi di kamp-kamp Athena utara, hanya memiliki sedikit pilihan. Mereka telah berjuang melawan musim salju yang beku dalam penampungan kecil dengan ranjang tingkat dan pemanas ruangan yang meleleh karena penggunaan berlebih. Banyak di antara mereka yang menanti keputusan pada kasus suaka, tak dapat melakukan perjalanan ke Eropa Barat setelah perbatasan di rute dari Yunani ditutup tahun 2015 lalu. Hanya ada sedikit hal yang bisa dilakukan. Para penghuni kamp melewati hari-hari mereka dengan menyapa para tetangga, dan, tentu saja, berbagi kenangan.

Bagi Muheisen, yang akan terus melanjutkan memotret perjalanan pengungsi, kisah mereka tak berhenti pada kamp di Eropa. “Orang-orang ini bukan sekadar angka-angka atau penduduk Suriah atau pengungsi. Mereka punya nama dan cerita. Mereka biasanya punya rumah, mereka biasanya punya kehidupan. Kini, mereka hanya disebut migran,” pungkasnya.