Galeri Foto: Kehidupan Pengungsi dan Migran di Kamp-kamp Darurat

By , Selasa, 7 Februari 2017 | 15:00 WIB

Di belakang stasiun kereta api pusat di Belgrade, Serbia, beberapa ratus pengungsi dan migran, kebanyakan laki-laki dan anak laki-laki dari Afghanistan, berkemah di gudang yang telah ditinggalkan dan gerbong kereta bekas. Agar tetap hangat di musim dingin dengan suhu menggigit, mereka membakar sambungan rel kereta api bekas yang dulunya diperkaya minyak tar. Pembakaran itu menghasilkan asap tebal karsinogenik.

“Mereka dalam kondisi hidup terburuk yang bisa Anda bayangkan,” kata fotografer Daniel Etter, yang berada di sana pada akhir Januari dalam rangka tugas untuk UNHCR.

Baca juga: Lembaran Foto yang Dibawa oleh Para Pengungsi Suriah

Etter mendeskripsikan kondisi di sana dan mengatakan, “bangunan bekas yang begitu gelap, dipenuhi asap, orang-orang membungkus diri dengan selimut, dan batuk terus menerus terdengar dari tiap sudut ruangan.” Terlepas dari itu semua, martabat manusia masih tersisa di tempat tersebut. “Mereka sangat terbuka. Sebagian besar akan menyambut Anda dan menawari untuk minum teh.”

Banyak dari mereka yang telah tinggal berbulan-bulan di sana, berulang kali mencoba melintasi perbatasan ke Kroasia atau Hungaria yang dijaga ketat. Namun, mereka selalu gagal dan dikirim kembali, terkadang setelah dipukuli oleh penjaga perbatasan. Ketika Etter berkunjung, jumlah pengungsi yang tinggal di tempat itu diperkirakan mencapai 1.000 orang.

Baca juga: Museo Atlantico, Museum Bawah Laut yang Didedikasikan untuk Laut dan Pengungsi

 Saat ini, beberapa ratus di antaranya telah setuju untuk pindah ke penampungan yang baru dibuka oleh pemerintah. Meski demikian, karena beberapa alasan, termasuk takut tak bisa melanjutkan perjalanan ke Eropa, beberapa pengungsi memilih untuk tetap berada di luar parameter resmi. Sering kali, mereka meminta bantuan kepada para penyelundup.

PBB memperkirakan, saat ini ada sekitar 8.000 pengungsi dan migran yang menyebar di Serbia sejak perbatasan ke Kroasia dan Hongaria ditutup pada bulan Maret tahun lalu.

Baca juga: Di Belanda, Penjara Kosong Jadi Rumah Bagi Pengungsi

Ketika ditanya apa hal paling mencolok tentang pengulangan krisis pengungsi saat ini, Etter mengatakan, “Tidak ada kemauan untuk menemukan solusi politik dalam masalah ini. Pada 2015 lalu, orang-orang mempertaruhkan nyawa mereka untuk masuk ke Jerman. Semuanya dapat dicegah jika ada kontingen besar orang yang bisa datang secara sah. Semakin banyak orang mengambil risiko tersebut. Masih belum ada solusi,” pungkasnya.