Astronom Temukan 7 Planet Seukuran Bumi Mengorbit Bintang TRAPPIST-1

By , Jumat, 24 Februari 2017 | 17:00 WIB

Tim astronom internasional baru-baru ini mengumumkan penemuan sistem planet baru dengan 7 planet batuan yang berpotensi mendukung kehidupan. Ketujuh planet tersebut mengelilingi bintang katai ultra dingin, TRAPPIST-1, yang berjarak sekitar 40 tahun cahaya dari Bumi. Ketujuh planet tersebut diberi nama TRAPPIST-1b, TRAPPIST-1c, dan seterusnya hingga TRAPPIST-1h.

"Ini merupakan sistem planet yang luar biasa. Bukan hanya karena kami telah menemukan begitu banyak planet, tetapi karena semuanya, secara mengejutkan ukurannya sama dengan Bumi," kata Michael Gillon, peneliti utama dari survei Trappist exoplanet di University of Liege, Belgia.

Sistem planet ini ditemukan oleh para astronom dengan mengamati kedipan cahaya bintang saat planet melintasinya. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan teleskop luar angkasa seperti Teleskop Spitzer milik NASA, dan berbagai teleskop di Bumi, salah satunya  TRAPPIST–Selatan di Observatorium La Silla, Chile. Dari kedipan bintang saat planet melintas, para astronom bisa memperoleh berbagai informasi tentang planet, termasuk ukuran, komposisi dan orbitnya. Hasil penelitian tersebut kemudian diterbitkan di jurnal Nature, 22 Februari 2017.

Dari tujuh planet di sistem TRAPPIST-1, tiga di antaranya berada di zona layak huni, yaitu area di sekitar bintang yang memungkinkan adanya air dalam bentuk cair di permukaan planet. Ketiga planet tersebut yaitu TRAPPIST-1e, TRAPPIST-1f dan TRAPPIST-1g.

Satu planet berada terlalu jauh, sehingga diperkirakan memiliki permukaan yang diselimuti es. Sedangkan tiga lainnya memiliki orbit yang terlampau dekat dengan bintang induk, sehingga suhunya terlalu panas. Sebenarnya, seluruh planet tersebut berpotensi memiliki air dalam bentuk cair di bawah kondisi atmosfer yang tepat, namun ketiga planet di zona layak huni itulah yang memiliki kemungkinan paling besar.

Semua planet di sistem TRAPPIST-1 berada cukup dekat dengan bintang induk mereka. Para astronom bahkan mengatakan bahwa ketujuhnya bisa muat di dalam orbit Merkurius di sekeliling Matahari.

Karena letaknya dekat, waktu yang dibutuhkan planet untuk berevolusi pun relatif singkat. TRAPPIST -1b, planet paling dalam di sistem tersebut misalnya, hanya butuh waktu 1,51 hari untuk berevolusi. Sementara TRAPPIST-1h, planet terluar, membutuhkan waktu 20 hari untuk mengelilingi bintang induk. Waktu revolusi TRAPPIST-1h bahkan jauh lebih singkat dibanding revolusi Merkurius, yaitu 87,97 hari.

Meski letaknya berdekatan dengan bintang induknya, suhu planet-planet tersebut mirip dengan planet kebumian di Tata Surya kita. Sebab, bintang katai ultra dingin memancarkan lebih sedikit cahaya dan panas. Jika dibandingkan dengan Matahari, massa bintang ini 10 kali lebih kecil dan suhunya 4 kali lebih dingin.

Ditilik dari massanya, ketujuh exoplanet ini tak begitu berbeda dengan Bumi. Planet paling ringan di sistem ini, yaitu TRAPPIST-1d, massanya 0,41 kali massa Bumi, sementara planet terberat, yaitu TRAPPIST 1c, massanya 1,38 kali massa Bumi. Perbedaan ukuran diameternya pun tak terpaut jauh. (Baca jugaMengenal Lebih Jauh 7 Planet di Sistem TRAPPIST-1)

"Penemuan ini bisa menjadi bagian penting dalam teka-teki untuk menemukan lingkungan layak huni, tempat-tempat yang kondusif untuk hidup," kata Thomas Zurbuchen, administrator asosiasi dari agensi Science Mission Directorate NASA.

Penemuan ini baru permulaan. TRAPPIST-1 terletak cukup dekat dengan Bumi, sehingga para astronom akan segera dapat mengungkap karakteristik atmosfer ketujuh planet secara rinci dan menyelidiki oksigen, ozon, metana dan tanda-tanda lain yang berpotensi mendukung kehidupan.

Para astronom NASA bahkan telah mengerahkan Teleskop Ruang Angkasa Hubble untuk meneliti atmosfer dua dari tujuh planet di sistem itu. Pesawat ruang angkasa Kepler NASA juga telah mengawasi sistem tersebut sejak Desember lalu, mencari lebih banyak planet di sekitar bintang TRAPPIST-1 dan mencari informasi tambahan tentang planet-planet yang telah ditemukan.

"Kita akan dapat melihat hasilnya pada awal 2020-an," kata Nikole Lewis, salah satu astronom di Space Telescope Science Institute di Baltimore.