Cymbidium Hartinahium merupakan salah satu anggrek yang menjadi primadona dalam khasanah keanekaragaman hayati di Indonesia.
Spesies ini ditemukan pada 1976 oleh peneliti spesialis Herbarium Lipi, E. Nasution, dan dikategorikan sebagai tanaman endemik karena hanya dapat ditemukan di lokasi asalnya yaitu di Desa Baniara Tele, Samosir, Sumatra Utara.
Anggrek ini memiliki keunikan tersendiri karena tidak hidup menumpang pada batang pepohonan lain untuk mendapatkan sinar matahari melainkan hidup merumuput dan biasanya berdampingan dengan tanaman lain seperti jenis paku-pakuan, atau dalam kondisi lain berdampingan dengan tanaman predator Nephentes edwardsiana atau lebih dikenal dengan nama kantong semar.
Anggrek ini masuk pada kategori terancam punah, dilegitimasi dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 yang khusus mengatur tentang keberlangsungan hidup keberadaan keanekaragaman hayati yang sudah masuk dalam kategori berbahaya.
Spesies ini menjadi unik dan memiliki tempat tersendiri dikalangan pemerhati tanaman anggrek, karena penamaannya diberikan sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan kepada ibu negara Indonesia pada era Orde Baru, yaitu Tien Soeharto.
Apresiasi pemberian nama ini didasari pada kecintaan Tien pada kelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari pembentukan taman Anggrek Indonesia permai di Taman Mini Indonesia Indah dan Taman Wisata Buah Mekarsari di Cileungsi, Jonggol, Bogor.
Klasifikasi ilmiah: Kingdom: Plantae (Tumbuhan); Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh); Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji); Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga); Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil); Sub Kelas: Liliidae; Ordo: Orchidales; Famili: Orchidaceae (anggrek-anggrekan); Genus: Cymbidium; Spesies: Cymbidium hartinahianum