Apa Penyebab “Matinya” Sungai Kuning?

By , Minggu, 16 Juli 2017 | 12:00 WIB

Modernisasi telah mendorong perkembangan China. Mungkin, biaya menjadi salah satu sumber daya alam negara yang paling penting.

Ketika kita melihat pemandangan, kita cenderung menganggapnya sebagai ruang yang statis. Namun, nyatanya hal tersebut selalu berubah, terutama di Dataran Cina Utara.

Dari masa kekaisaran hingga periode Maois dan reformasi sekarang ini, manusia telah mencoba mengendalikan lingkungan. Pemandangan mempertahankan jejak perjuangan ini, menjadikannya sebagai catatan di masa silam.

Bagian pertama dari proyek yang sedang berlangsung ini melihat industri batubara China dan dampaknya terhadap negara tersebut. Sejak 2011, saya telah mengerjakan bagian kedua: menaruh perhatian pada Sungai Kuning di Cina Utara dan mendokumentasikan peran yang dimainkan oleh kebijakan ekonomi, politik, dan lingkungan dalam cerita yang terus berkembang ini.

Peta Sungai Kuning. (National Geographic Magazine Maps)

Sebagian besar penduduk China dan industri berat—dan sekitar 40 persen lahan pertaniannya—berada di Dataran Cina Utara. Namun, pasokan air di wilayah ini justru tidak mencapai 10 persen dari total air di negara tersebut.

Kebijakan pemerintah mengenai pengendalian air merupakan salah satu bagian penting dan memiliki dampak yang nyata bagi tanah dan kehidupan di China. Namun, mengingat ukuran negara yang sangat besar, apa yang terjadi di China akan berdampak secara global pula.

Pejabat di Provinsi Qinghai mengatakan bahwa tingkat kenaikan di Danau Ngoring, di Cekungan Sungai Kuning, menunjukkan adanya upaya lingkungan yang sedang berjalan. Namun, para ilmuwan mengatakan dampak dari perubahan iklim—pencairan permafrost, banyaknya hujan dan salju—lebih menjadi faktor yang signifikan. (Ian Teh, Cekungan Sungai Kuning, China)

Di cagar alam di Dongying, dekat muara Sungai Kuning, kandang burung senyap dan kosong. Ekologi daerah ini—sebuah pemberhentian untuk mengisi energi oleh burung-burung migran di sepanjang jalur terbang Asia Timur-Australasia—telah rusak akibat pembangunan, termasuk ladang minyak terdekat. (Ian Teh, Dongying)

Di pinggiran Hejin, salah satu bagian terakhir yang belum dikembangkan di Sungai Kuning, menawarkan tempat peristirahatan pengunjung yang bernuansa pedesaan. Salah satu alasan mengapa air adalah sumber vital di China adalah kelangkaan relatifnya: Negara ini memiliki pasokan air yang kurang dibandingkan Amerika Serikat, tetapi populasinya justru lebih dari empat kalinya. Sebagian besar air yang dimilikinya pun tidak bisa digunakan. (Ian Teh, pinggiran Hejin.)
Lanzhou—kota besar pertama di dekat daerah hulu sungai, hilir dari pertambangan batubara dan operasi pengolahan—memiliki air yang paling tercemar di China. (Ian Teh, Lanzhou)
China memiliki banyak peraturan lingkungan, tetapi jarang dilaksanakan dan diperhatikan. Pejabat diberi imbalan untuk kemajuan ekonomi daerah yang mereka wakili. Akhirnya, mereka mendapatkan insentif yang justru digunakan untuk keuntungan ekonomi jangka pendek daripada tujuan lingkungan jangka panjang. 

Untuk menggambarkan pemandangan ini secara panorama—dengan energi pelukisan pemandangan China yang klasik—saya menggunakan lensa berukuran besar dan film berukuran sedang. Saya ingin menyampaikan eksistensi tempat penting di sungai tersebut dalam budaya dan sejarah.

Dengan cara seperti ini, saya ingin menunjukkan mengapa wilayah ini merupakan basis kekuatan ekonomi. Tempat ini telah menjadi sumber kehidupan selama ribuan tahun, dan kini menopang sekitar 200 juta orang di Dataran Cina Utara. Namun, degradasinya menunjukkan sisi gelap perkembangan China.

Dengan berfokus pada kesenjangan alam yang rapuh ini, saya ingin menunjukkan bahwa harga keinginan material kita datang dengan biaya lingkungan yang besar.

Simak foto lainnya mengenai kerusakan alam di sekitar Sungai Kuning pada halaman selanjutnya.

!break!

Di Linfen, kota di anak sungai Sungai Kuning, sebuah pembangunan perumahan—yang dibangun untuk melayani industri pertambangan yang kuat—berkembang di dekat lahan pertanian. Pada tahun 1970-an, kota ini dikenal dengan air bersihnya. Namun, 2006 lalu, sebuah studi menganggap Linfen sebagai salah satu dari 10 kota yang paling tercemar di dunia. (Ian Teh, Linfen)
Beberapa mil ke hulu Baiyin, sebuah kuil terlihat di atas sebuah tambang batu kapur. Daerah pedesaan sebelumnya sekarang menjadi tempat bagi pembangkit listrik tenaga batu bara dan pabrik pengolah logam serta bahan kimia nonbesi. (Ian Teh, Baiyin)
Di Provinsi Shandong, di bagian hilir Sungai Kuning, dongkrak pemompa dan sebuah peternakan ikan terletak berdekatan. Industri berat bisa membunuh vegetasi, mencemari tanah dan air, dan melepaskan kontaminan—zat dalam lingkungan yang dapat membahayakan kesehatan. Namun, hal tersebut bukanlah satu-satunya cerita di sini. (Ian Teh, provinsi Shandong)
Penduduk setempat berjalan melewati bayang-bayang turbin angin di tepi Teluk Bohai. China adalah produsen utama tenaga angin dan fotovoltaik—teknologi yang mengonversi cahaya matahari menjadi listrik—serta teknologi smart-grid. China mampu menghasilkan energi alternatif yang lebih banyak daripada gabungan Prancis dan Jerman. (Ian Teh, Teluk Bohai)