Pada minggu lalu, masyarakat dunia dihebohkan dengan penemuan rumah pemandian dari zaman Romawi di el-Araj.
Kehebohan tersebut berawal dari media-media asing, seperti Independent dan Fox News, yang melansir media Israel Hareetz. Mereka menulis bahwa para arkeolog kemungkinan besar telah menemukan rumah dari ketiga murid Yesus, yakni Rasul Petrus, Rasul Andreas, dan Rasul Filipus, di pesisir utara Laut Galilea.
Namun, para peneliti yang terlibat dalam penggalian tersebut membantahnya. Steven Notley, dosen Perjanjian Baru dan Asal-usul Agama Kristen di Nyack College dan ketua akademik di penggalian el-Araj menulis dalam e-mail ke National Geographic bahwa mereka tidak menemukan rumah para murid Yesus dan menulis judul tersebut.
Notley meluruskan dan berkata bahwa apa yang mereka temukan di el-Araj adalah sebuah pemandian dari zaman Romawi (abad 1-3) yang menunjukkan bahwa situs tersebut pernah dihuni manusia, dan dugaan bahwa situs el-Araj adalah bekas kota Betsaida, kampung halaman ketiga Rasul.
Selain itu, para peneliti juga menemukan sisa-sisa gereja dari zaman Kekaisaran Romawi Timur berupa dinding dari abad ke-5 dan mosaik kaca. Mosaik semacam ini, menurut Notley, hanya ditemukan pada gereja-gereja penting pada zaman tersebut.
Para peneliti pun menduga bahwa gereja tersebut adalah gereja yang pernah dideskripsikan oleh Willibald, uskup Bavaria dari Eichstatt yang pernah berkunjung ke daerah tersebut pada tahun 725. Willibald melaporkan bahwa sebuah gereja di Betsaida telah dibangun di atas rumah Rasul Petrus dan Rasul Andreus.
Akan tetapi, Notley menekankan bahwa hal ini baru sekadar dugaan. Penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan untuk membuktikan hubungan el-Araj dengan Betsaida. Jika terbukti, el-Araj akan mencopot mahkota el-Tell sebagai lokasi Betsaida.
Padahal, situs yang berada di dekat el-Araj ini telah diyakini sebagai lokasi kota penting tersebut sejak 1839. Proyek Penggalian Betsaida yang mempelajari el-Tell sejak 1987 juga berhasil menemukan dinding dari Zaman Besi, rumah-rumah dari Zaman Romawi dengan peralatan memancing, dan sisa-sisa kuil Romawi.
Temuan-temuan ini sesuai dengan deskripsi sejarawan Yahudi, Flavius Yosefus, yang menulis pada akhir abad pertama bahwa Betsaida, sebuah desa nelayan kecil, berubah menjadi kota Yunani-Romawi (polis) di bawah kepemimpinan Filipus bin Herodes. Filipus, putra dari Herodes Agung, kemudian mengganti nama Betsaida menjadi Julias untuk menghormati ibu dari kaisar Tiberius.
Akan tetapi, banyak arkeolog yang mempertanyakan identifikasi e-Tell sebagai Betsaida yang dideskripsikan dalam Perjanjian Baru.
Pasalnya, Betsaida terlalu jauh, sekitar 2,5 kilometer, dari pesisir pantai untuk menjadi pusat nelayan. Selain itu, sisa-sisa kerajaan Romawi yang ditemukan di situs tersebut selama tiga dekade terakhir dirasa kurang penting untuk sebuah kota yang penting dan besar pada zamannya.
Jodi Magness, seorang arkeolog dan penerima dana penelitian National Geographic mengatakan, meskipun sisa-sisa Zaman Besi di Betsaida (el-Tell) sangat penting dan luar biasa, sisa-sisa Zaman Romawi di situs ini sangat kurang sehingga situs tersebut tidak bisa dianggap sebagai pusat perkotaan.
Sementara itu, Rami Arav, ketua Proyek Penggalian Betsaida di el-Tell, berkata bahwa untuk saat ini, belum ada bukti yang kuat untuk mengidentifikasikan el-Araj sebagai lokasi Betsaida.