Fosil Berusia 30 Juta Tahun Ungkap Spesies Baru Lumba-lumba Pengisap

By , Kamis, 24 Agustus 2017 | 17:00 WIB

Sebuah fosil tengkorak yang ditemukan di South Carolina mengungkap spesies lumba-lumba purba dengan cara makan yang menyimpang dari kerabat modernnya. Tak seperti lumba-lumba modern yang makan dengan merobek mangsa dengan giginya, makhluk kuno ini mengisap mangsanya dari dasar laut.

Berdasarkan bentuk fosilnya, spesies tersebut memiliki moncong pendek dan tak bergigi, demikian laporan para peneliti dalam jurnal Proceeding of the Royal Society B. Selain itu, fosil juga menunjukkan lubang-lubang pada tengkorak lumba-lumba, yang mengindikasikan mulut yang lebih besar dan sungu-sungut di sekelilingnya. 

Menurut para ilmuwan, spesies yang diberi nama Inermorostrum xenops ini kemungkinan adalah lumba-lumba tak bergigi paling awal dari percabangan paus bergigi dari suborder Odonteceti, yang akhirnya mengarahkan pada berbagai jenis perilaku makan modern di antara kelompok tersebut. 

Penyimpangan evolusi ini terjadi pada Zaman Oligosen, salah satu periode paling penting dalam evolusi paus, selama Preiode Paleogen. Fosil tersebut berusia 30 juta tahun, berawal dari masa ketika bentuk moncong dan kehadiran gigi menjadi beragam di kalangan subordo paus bergigi. 

Karena bentuk moncong terus berevolusi, akhirnya terbentuklah desain optimal seperti yang ditemukan pada lumba-lumba hidung botol modern. 

Tengkorak tersebut berasal dari Sungai Wando, yang saat ini melintasi Charleston ke Samudra Atlantik. Para penyelam yang sedang mencari gigi megalodon, menemukan fosil lumba-lumba yang terbaring di dasar laut. Hewan ini diperkirakan seukuran pesut modern, yakni memiliki panjang sekitar 1,5 meter dan berat hingga 60 kg.

Robert Boessenecker, ahli paleontologi di College of Charleston sekaligus penulis utama studi mengatakan, banyak fosil-fosil serupa yang ditemukan di Formasi Ashley Oligosen di South Carolina. 

"Fosil-fosil tersebut kerap jatuh dari selokan dan situs konstruksi di seluruh wilayah ini," katanya. 

Ia menambahkan, hanya ada sedikit basin di dunia yang secara aktif menyimpan sedimen selama periode tersebut. Selain di South Carolina, hanya ada tiga tempat besar lain di mana kita bisa menemukan fosil terbaik dari lumba-lumba bio sonar dan paus balin, yakni Pulau Selatan di Selandia Baru, Jepang, dan Barat Daya Pasifik. 

Diagram ini menunjukkan tengkorak fosil spesies lumba-lumba baru, termasuk moncongnya yang lebih pendek. (Robert Boessenecker)

Fosil ini juga menjadi sampel paling awal dari spesialis pengisap, atau hewan yang tidak punya pilihan lain untuk makan kecuali dengan mengisap, karena tak bergigi. Boessenecker mengatakan bahwa beberapa mamalia, seperti lumba-lumba hidung botol, dapat pula makan dengan cara mengisap, meski akan lebih sulit karena moncongnya lebih panjang.

"Sementara itu, spesies baru ini hanya bergantung pada cara makan mengisap, sehingga membuat pilihan makanannya kurang fleksibel," ujarnya.

Meski spesies baru ini merupakan sampel pertama dari penyimpangan evolusi ini, moncong pendek pada spesies ini telah berevolusi beberapa kali. Moncong tersebut dua kali lebih pendek dibanding milik lumba-lumba hidung botol modern,  sehingga lebih menyerupai moncong paus sperma kerdil dan pesut. 

Berdasarkan ukurannya yang kerdil, lumba-lumba itu kemungkinan menghabiskan banyak waktu di perairan dangkal, karena ttidak memiliki kemampuan menyelam dalam selayaknya hewan yang lebih besar.