Gunung Agung yang berada di Bali kini sedang berstatus "Awas". Gunung setinggi 3.014 di atas permukaan laut itu diberi warna kuning oleh Volcano Observatory Notice for Aviation (VONA).
Aktivitas gunung berapi bisa mempengaruhi transportasi. Penerbangan misalnya, akan diminta untuk tidak melewati wilayah gunung berapi tersebut sebab debu vulkaniknya berpotensi merusak.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubugan, Dr. Ir. Agus Santoso M. Sc. dalam rilis mengatakan, debu vulkanik bisa berakibat fatal pada penerbangan, seperti merusak bilah turbin jika masuk ke dalam mesin.
“Debu vulkanik yang meleleh akan membeku pada bilah turbin, menggumpal dan melapisinya sehingga menghalangi aliran udara normal. Dengan begitu mesin akan kehilangan tenaga atau mati,” kata Agus.
Dampak lain, gumpalan debu vulkanik juga dapat melapisi sistem sensor suhu bahan bakar.
Akibatnya, sensor akan memberikan informasi palsu, membuat indikator yang salah dengan menyatakan mesin dalam kondisi dingin. Pemakaian bahan bakar meningkat, terjadi kenaikan panas dan berujung pada kerusakan turbin dan kematian mesin.
Agus juga menjelaskan bahwa debu vulkanik dapat merusak kaca kokpit pesawat dengan konturnya yang tajam. Kondisi ini bisa terjadi saat pesawat melaju dengan kecepatan diatas 500 mil/jam. Pandangan pilot yang sangat terbatas akan membuat penerbangan menjadi berbahaya.
“Bila debu masuk ke dalam tabung pengukur kecepatan, membuat kerusakan dan kekeliruan dalam membaca data kecepatan pesawat,” ungkap Agus mengungkapkan dampak lain.
Gunung Agung sudah 54 tahun tidak mengalami erupsi. Diharapkan, aktivitas yang terjadi di Pulau Dewata itu lebih kecil dibandingkan pada tahun 1963.
Kini, warga yang tinggal di sektor barat daya, selatan, tenggara, timur laut, utara, dari Gunung Agung seluas 12 km telah direlokasi untuk mencegah dampak buruk gunung berapi.