Kepentingan Ekonomi Versus Konservasi Tuna di Balik Rumpon

By , Kamis, 16 November 2017 | 15:08 WIB

Kontroversi: spesies non-target juga ditangkap

Keberadaan rumpon berdampak positif dimana penangkapan tuna menjadi lebih efisien. Mengapa? Karena kapal penangkap hanya menangkap ikan di lokasi tertentu setelah mendapatkan informasi dari penjaga rumpon. Dampak positif lainnya bagi lingkungan adalah mengurangi risiko pembuangan gas karbondioksida dari pembakaran solar yang menggerakkan kapal.

Namun penggunaan rumpon juga tidak lepas dari kritikan para pemerhati perikanan tangkap. Sebagian dari mereka mengungkapkan, maraknya penggunaan rumpon memicu meningkatnya jumlah tangkapan tuna. Penggunaan rumpon yang berasosiasi dengan alat penangkapan cenderung tidak selektif, seperti jaring purse seine telah meningkatkan risiko penangkapan baby tuna dan spesies non-target seperti lumba-lumba, penyu, hiu, atau biota lain.

Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa keberadaan rumpon berisiko menjadi jebakan ekologi bagi tuna karena berpotensi mengubah alur migrasi tuna. Pada area rumpon yang dipasang di wilayah perairan yang tidak subur, banyak tuna tertangkap dengan kondisi lambung kosong, walaupun perlu penelitian lebih jauh untuk memastikan dampak terhadap siklus hidup tuna.

Bagaimana status penggunaan rumpon di Indonesia?

Saat ini Indonesia belum memiliki manajemen yang tepat untuk mengelola perikanan tuna berbasis rumpon walaupun sudah ada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 26/2014 dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 107/2015 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna Cakalang dan Tongkol (RPP TCT).

(Baca juga: Ikan Tuna Termahal di Dunia, Terjual Rp841 Juta)

Belum terlaksananya tata kelola rumpon yang baik disebabkan karena lemahnya dokumentasi perizinan pemasangan rumpon, dan lemahnya monitoring jumlah dan distribusi rumpon serta rendahnya kesadaran dari para pelaku usaha perikanan dan nelayan untuk melaporkan jumlah rumpon milik mereka.

Langkah utama yang seharusnya segera dilakukan pemerintah adalah mendata kembali jumlah rumpon yang masih aktif. Hal ini penting sebagai dasar untuk monitoring dan survei jumlah dan distribusi rumpon di area perairan tertentu, serta menentukan berapa jumlah optimal rumpon yang dapat dipasang di suatu wilayah perairan.

Kebijakan pengelolaan rumpon dari pemerintah seharusnya menghasilkan win-win solution agar produksi perikanan tuna tetap terjaga untuk generasi mendatang.

Widhya Nugroho Satrioajie, Researcher at Center of Deep Sea Research, Indonesian Institute of Sciences (LIPI)

Sumber asli artikel ini dari The Conversation. Baca artikel sumber.