Jasad Beku Singa Gua Ditemukan, Bisakah Ilmuwan Membangkitkan Mereka dari Kepunahan?

By , Senin, 13 November 2017 | 16:00 WIB

Jasad beku anak singa gua yang berasal dari Zaman Es baru-baru ini diungkap ke publik di Rusia. Kondisi jasad yang utuh dan terawetkan dengan baik tersebut membuka peluang bagi ilmuwan untuk menciptakan hewan kloning dari singa gua.

Spesimen itu ditemukan oleh penduduk lokal di wilayah Yakutia, pada September lalu. Tanah beku permanen (permafrost) di kawasan tersebut memang dikenal mampu mengawetkan hewan seperti singa gua dan mamut, bahkan puluhan ribu tahun setelah spesies tersebut punah.

(Baca juga: Hilang Sejak 1975, Spesies Salamander Legendaris Kembali Ditemukan)

Ini bukan pertama kalinya para ilmuwan menemukan sisa jasad singa gua. Dua tahun lalu, anak singa gua yang diberi nama Uyan dan Dina ditemukan. Berusia sekitar 12.000 tahun, Uyan dan Dina merupakan jasad singa gua prasejarah pertama yang ditemukan dalam kondisi terawetkan dengan baik.

Tak seperti Uyan dan Dina yang mati pada usia sekitar dua atau tiga minggu, spesimen baru bayi singa gua  ini tampaknya tewas ketika berusia sekitar satu tahun. Ia diperkirakan tewas sekitar 50.000 tahun lalu. Karena hewan tersebut sudah tumbuh gigi, ilmuwan akan dapat mengetahui secara akurat berapa usia anak singa gua itu.

Jasad anak singa gua tersebut kira-kira seukuran lengan bawah orang dewasa, tampak padat dan berwarna abu-abu, namun masing-masing cakarnya masih dapat dilihat. Gumpalan bulu masih menonjol dari tubuh binatang. Mungkin yang paling mencolok adalah wajah anak singa itu, yang masih bisa dilihat bertumpu pada salah satu kakinya.

(Baca juga: Tak Lama Lagi, Mamut Akan "Bangkit" dari Kepunahan)

Analisis lebih lanjut akan dilakukan untuk melihat apakah anak laki-laki atau perempuan.

Kondisi jasad anak singa gua yang terawetkan dengan sangat baik ini menumbuhkan harapan ilmuwan agar bisa digunakan untuk kloning. Pada tahun 2016, ilmuwan Korea dan Rusia mengatakan kepada Interfax bahwa mereka akan mencoba mengkloning anak singa gua. Belum dapat dipastikan apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan ilmuwan terhadap spesimen baru ini. Namun, mengembalikan spesies dari kepunahan, telah menuai pro dan kontra dan menjadi perdebatan panas di kalangan ilmuwan.

Para ilmuwan yang bertemu di National Geographic pada 2013 lalu sepakat bahwa merekonstruksi genom—proses yang dibutuhkan untuk menciptakan kembali spesies—berada dalam jangkauan ilmiah, namun membutuhkan spesimen yang terjaga dari pembusukan.

(Baca juga: Makhluk Hidup di Kutub Tak Luput dari Kepunahan Massal)

Singa gua telah punah sekitar 10.000 tahun yang lalu. Sedikit yang ilmuwan ketahui tentang mereka berasal dari penelitian pada tulang dan jejak mereka. Kucing besar yang merupakan salah satu subspesies dari singa modern ini terkadang dijuluki ‘singa stepa’, karena gemar berkeliaran di padang rumput Eropa.