Secara teori memang benar lubang cacing aka wormhole ini merupakan solusi matematis mengenai hubungan geometris antara satu titik dalam ruang-waktu dengan titik yang lain, dimana hubungan tersebut bisa berperilaku sebagai ‘jalan pintas’ dalam ruang-waktu. Tapi, sampai saat ini belum ada bukti yang bisa mendukung keberadaannya, baik dari pengamatan maupun secara eksperimen.
Lantas, apa itu lubang cacing (wormhole)?
Saya menyukai ilustrasi yang digunakan Dr. Kip S. Thorne dari California Institute of Technology untuk menjelaskan apa itu wormhole. Ilustrasinya seperti ini: bayangkan Anda adalah seekor semut yang tinggal di permukaan sebuah apel. Apel tersebut digantung di langit-langit dengan menggunakan tali yang sangat tipis sehingga tidak bisa Anda panjat. Anda tidak bisa pergi kemana-mana selain di permukaan apel. Permukaan apel itu menjadi alam semestamu.
(Baca juga: Di Mana Manusia Dalam Tata Surya?)
Nah, sekarang bayangkan apel itu berlubang dimakan ulat. Lubangnya menembus si buah apel. Dengan adanya lubang itu, Anda bisa berpindah ke sisi lain permukaan apel dengan dua cara, yaitu: lewat jalan biasa, yaitu permukaan apel (alam semesta), atau lewat jalan pintas, yaitu lubang yang sudah dibuat si ulat (wormhole).
Wormole memiliki dua ujung. Misalnya, satu ujung di kamar Anda, ujung yang lain ada di negara asal teman facebook Anda di Prancis. Kalau Anda melongok ke wormhole itu, maka akan tampak teman Anda dengan latar belakang menara Eiffel. Teman Anda yang melihat dari ujung wormhole di Perancis lalu bisa melihat Anda duduk mengerjakan tugas di kamar Anda. Asyik, ya, kalau selesai mengerjakan tugas, Anda bisa menemui kawan Anda di Perancis dan naik ke menara Eiffel, hanya dengan masuk ke semacam lorong.
(Baca juga: Planet Baru Seukuran Bumi Ditemukan Tak Jauh dari Tata Surya, Mungkinkah Bisa Dihuni?)
Alam semesta kita ini mengikuti hukum fisika. Yang namanya hukum pasti ada yang dibolehkan tapi ada yang tidak. Nah, apakah hukum fisika memungkinkan adanya wormhole? Ya! Sayangnya, masih menuruti hukum fisika tadi, wormhole mudah runtuh sehingga tak ada yang bakal selamat melewatinya. Supaya tidak runtuh, kita harus memasukkan materi yang berenergi negatif, yang mengeluarkan semacam gaya anti-gravitasi yang mampu menahan wormhole dari keruntuhan.
Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah apakah ada materi berenergi negatif? Jawaban yang diberikan oleh para fisikawan yang telah mengupas hukum-hukum fisika secara mendetail dengan menggunakan ilmu matematika adalah ada! Namun keberadaannya hanya sesaat dan dalam jumlah yang sangat sedikit.
(Baca juga: Mengapa Bulan dan Matahari Tampak Lebih Besar di Cakrawala?)
Andaikan ada insinyur hebat yang ingin mempertahankan wormhole tidak runtuh. Masih belum mungkin juga ia mengumpulkan energi negatif di dalam wormhole sejumlah yang diperlukan supaya wormhole itu bisa dilalui. Seandainya pun hukum fisika memungkinkan adanya wormhole, kemungkinan besar wormhole tidak terjadi secara alami, tapi harus dibuat dan dijaga supaya tidak runtuh dengan suatu teknologi tertentu.
Teknologi kita saat ini masih sangat jauh dari itu. Teknologi wormhole masih sulit, seperti halnya pesawat ruang angkasa bagi manusia purba. Tapi, sekalinya teknologi wormhole ini bisa dikuasai, ia akan menjadi sarana praktis untuk transportasi antarbintang. Ini menjadi tantangan bagi kita dan generasi berikutnya.
Sumber asli artikel dari langitselatan.com. Baca artikel sumber.