Bila suatu hari terjadi bencana buatan yang diakibatkan oleh ulah manusia seperti misalnya tumpahan bahan kimia atau kecelakaan nuklir, biasanya zat tersebut dapat dihilangkan oleh tanah.
Namun selain tanah, ternyata ada beberapa tanaman yang mampu bertahan dan dapat menghilangkan zat kimia berbahaya tersebut, sehingga wilayah tercemar itu dapat layak seperti semua. Salah satunya adalah tanaman asli Australia.
Megan Philips, salah seorang ilmuwan lingkungan dari University of Technology Sydney menjelaskan bahwa tanaman asli autralia itu lahir dari hasil bioteknologi dan dapat menetralisir sebuah wilayah yang telah terkontaminasi oleh zat kimia, "Tanaman ini adalah hasil bioteknologi yang disebut dengan ' fitoremediasi ', ia memanfaatkan proses tumbuhan alami untuk membuat kawasan yang telah terkontaminasi aman kembali," jelasnya.
"Saya menggunakan tanaman asli Australia karena umumnya kawasan Australia memiliki suhu cuaca panas yang sangat kuat, tanah yang kekurangan gizi, serta curah hujan yang jarang – ini adalah resep untuk sebagian besar tanaman non-asli Australia untuk berjuang bertahan."
Baca juga : Cry Jailolo, Tangisan Alam Halmahera dalam Tarian
Tanaman memiliki peran dalam pemulihan lahan ini sebenarnya sudah memiliki bukti, misalnya seperti yang terjadi pada bencana di Chernobyl pada tahun 1986. Phillips mengutip sebuah penelitian yang ada, penelitian itu menunjukkan bahwa bunga matahari kemampuan untuk 'menyerap' radionuklida, atau yang juga dikenal sebagai isotop radioaktif. Begitu juga hal nya dengan tanaman Mustard yang ada di India, ia juga telah terbukti mampu mengakumulasi logam berat dari tanah yang telah tercemar. Lantas mengapa berfokus pada tanaman Australia? "Tanaman asli kami telah disesuaikan dengan kondisi lingkungan kami yang lebih keras [dan] lebih mungkin bertahan dalam jangka panjang jika kami menanamnya di daerah yang terkontaminasi," terang Phillips. "Ini adalah bidang penelitian yang menarik, karena selain keefektifannya sebagai bioteknologi, diketahui juga bahwa tanaman ini dapat mendekontaminasi area dengan aman, dengan sedikit gangguan invasif pada masyarakat dan spesies asli," ujar Phillips.
Baca juga: "Kepulauan Sampah" di Amerika Tengah Tunjukkan Masalah Pencemaran Laut Disamping itu, Phillips menyebutkan bahwa penggunaan tanaman asli Australia sebagai pembersih zat-zat kimia berbahaya ini ternyata selain alami juga lebih menghemat biaya, "Ini juga sangat hemat biaya, bisa sampai sepuluh kali lebih murah untuk diterapkan dibandingkan dengan menyewa ekskavator, kemudian menggali bagian yang terkontaminasi dan memindahkan sampahnya ke tempat pembuangan sampah." Namun, terlepas dari itu, kurangnya penelitian seputar lapangan berarti bahwa penggunaan fitoremediasi di Australia jauh lebih sedikit dibandingkan penggunaannya di luar Australia. "Ada banyak kisah sukses di luar negeri dengan fitoremediasi yang bekerja dalam skala besar, seperti pada bekas ladang udara dan lokasi industri," tambah Phillips. "Ini adalah bioteknologi yang memiliki banyak janji pada pengaplikasiannya di dunia nyata, jadi ia berpotensi menjadi bagian dari cara normal kita mengelola lahan yang terkontaminasi di masa depan." Phillips dan timnya akan menyelesaikan proyek penelitian pada bulan November dan berencana untuk mempublikasikan temuan mereka.