Secuil Jawa & Bali di Hotel Pedesaan Belgia

By , Jumat, 8 Desember 2017 | 13:00 WIB

Kawasan pedesaan Heusden-Zolder terletak di sebelah utara kota Hasselt di provinsi Limburg, Belgia. Daerah ini dikenal sebagai daerah 1001 danau atau dalam bahasa Belandanya 1001 vijver.  Di kawasan ini bahasa Belanda yang lebih banyak digunakan dibandingkan bahasa Pernacis.

Letak kawasan ini 90 menit lebih jika kita berkendara roda empat dari kota Brussels. Tapi hanya tiga puluh menit dari negara tetangganya, Belanda dan Jerman. Nah, di tengah pedesaan itulah ada sebuah hotel spa kecil yang bercita rasa Jawa-Bali. Nama hotelnya 'House of Java'.

Saya mengunjungi hotel itu yang terletak di sebuah desa yang sepi di sekitar kawasan Bolderberg, yang artinya gunung perbatasan. Di jalan desa yang sepi terlihat mencolok dua buah patung penjaga Dwarapala bersarung kotak-kotak ala Bali. Ada papan nama tak seberapa besar menempel di bagian depan dinding rumah: House of Java.

Pemiliknya adalah Noer Noegrahaningsih, 47 tahun,  yang berasal dari daerah yang sama dengan presiden RI ke-7, Jokowi, yaitu Solo di Jawa Tengah!

Suasana di salah kamar hotel 'House of Java'. Ada elemen-elemen Jawa yang dimasukan di kamar ini seperti teko dan gelar tembikar. (Feri Latief)

“Hotel kecil ini hanya ada lima kamar, melayani Bed and Breakfast,” jelas Noer yang kini bersuami seorang warga Belanda, Jan Stassen. Ia sudah enam belas tahun tinggal di Belgia.

Walau hotelnya kecil, namun tingkat kunjungannya lumayan. Karena hotel kecil ini menyediakan juga spa dan pijat. Bagi orang Belgia spa dan pijat sudah menjadi bagian tradisi. Bahkan ada sebuah kota bernama Spa di sana. Ada pendapat yang menyatakan bahwa dari nama kota inilah istilah spa itu berasal dan kemudian mendunia. Ide awal membuka hotel ini sederhana saja, ia melihat peluang ketika menyadari banyak warga Eropa yang tekanan pekerjaannya tinggi dan perlu sesuatu untuk menurunkan tekanan. Ia mulai memikirkan bagaimana bisa berbisnis namun tetap bisa menjadi ibu rumah tangga yang mengurus keluarga.

Baca juga: Gereja Ganjuran, Bentuk Akulturasi Jawa, Hindu-Buddha dan Eropa

Kamar-kamar untuk memijat dan spa terletak di halaman belakang House of Java (Feri Latief)

Waktu bekerja sebagai pramugari ia pernah belajar teknik memijat di Bali dan India. Ia lalu berpikir kenapa tidak digunakan pengetahuan yang ia punya? Maka pada tahun 2010 ia membuka usaha pijat dan hanya satu kamar kecil. Ternyata yang mengantri sampai 100 orang! Ia berpikir bisnis pijat ini sangat laris manis. Akhirnya ia mencari rumah untuk dibeli untuk usaha pijat di daerah Bolderberg ini yang lokasinya sangat mendukung. Karena dekat dengan kota Hasselt sebagai kota yang banyak pusat perbelanjaan. Ia membuka satu kamar hotel dengan pijat. Karena tanahnya masih ada yang kosong maka ia menambahkan lagi fasilitas untuk usaha wisata wellness, yaitu jacuzi, sauna, infrared dan kolam renang. Ternyata menarik untuk para wisatawan eropa.

Pekerja di hotel 'House of Java' mengenakan batik, begitu pula selimut yang digunakan. (Feri Latief)
Agar usahanya tambah maju ia membuka paket menginap satu sampai tiga hari mendapat fasilitas pijat, sauna dan jacuzi. “Paket itu yang laris sekali saat ini,” beber Noer.

Uniknya, teknik memijat yang dipraktekan di sini adalah teknik memijat Jawa dan dipadukan dengan teknik memijat Thailand. Sekarang ia memiliki karyawan yang mengenakan batik untuk seragam sehari-harinya.

Interior hotelnya pun sedikit banyak menggunakan elemen-elemen yang tak asing bagi tradisi Jawa dan Bali, seperti pagar pembatas yang menggunakan bambu dan ilalang,  teko dan gelas tembikar, patung bergaya Bali, sampai ukiran kayu untuk bingkai cermin di kamar. Sebisa mungkin Noer menghadirkan citarasa Jawa dan Bali di hotelnya.

Baca juga: Cerita di Balik Perahu Padewakang di Museum La Boveire Belgia

Halaman belakang hotel sebisa mungkin menggunakan ornamen dan elemen yang biasa digunakan di Jawa dan Bali, seperti halaman bambu dan ilalang. (Feri Latief)

Untuk sarapan diantar ke kamar, dengan menu eropa seperti roti dan telur. Tapi jangan kaget kalau dalam menunya ada wedang beras kencur, walau dalam bentuk kemasan instan! Walau pengunjung silih berganti berdatangan Noer memilih memfokuskan tamunya datang pada akhir pekan. Alasannya sederhana, biar ia punya waktu mengurus keluarganya di hari kerja. Tamunya kebanyakan malah bukan orang Belgia tapi orang Jerman dan Belanda. Dan biasanya pernah berhubungan dengan Indonesia. Seperti Aerske van Het Kruis dan istrinya yang saat akhir pekan menginap di hotel itu. Ia tinggal di Belanda dan hanya berjarak satu setengah jam dari hotel. 

Sarapan diantar ke kamar, salah satu pelayanan yang diberikan House of Java (Feri Latief)
Saat saya tanya kenapa ia memilih 'House of Java' untuk berlibur, ia menjawab dengan bahasa Indonesia yang baik. “Ini baru pertama kali,” begitu katanya.

Ia mendapat info hotel ini dari promosi di internet. “Karena ada hubungan dengan Indonesia,” sang istri menimpali. Sebelumnya pasangan ini pernah tinggal di Indonesia. “Hampir enam tahun di Sulawesi Tengah, dari tahun 1985 sampai 1991.”Selama di Indonesia ia menetap di kota Tentena. Dan hotel ini seperti menghubungkan dirinya dengan Indonesia. Ia menginap dua malam di hotel ini. “Barangkali saya akan menginap di hotel ini lagi,” begitu katanya saat ditanya kesannya menginap di hotel ini.

Nah, kalau anda sedang berkunjung ke Belgia dan merasa kangen dengan tanah air.  Jangan lupa untuk datang ke 'House of Java' yang letaknya di wilayah pedesaan Bolderburg provinsi Limburg. Sambil berlibur anda bisa berjacuzi ria, sauna dan dipijat. Bahkan kalau anda masuk angin bisa minum wedang beras kencur dan minta dikerokin!