Ilmuwan Ciptakan ‘Hormon Cinta’ yang Bisa Mengatasi Penyakit Mental

By , Sabtu, 16 Desember 2017 | 11:00 WIB

Molekul oksitosin memiliki beberapa fungsi pada tubuh manusia. Mereka mengikat reseptor di otak yang mempengaruhi kasih sayang, interaksi sosial, serta level stres dan kecemasan kita.

Oksitosin juga memiliki fungsi ‘obat’. Selama persalinan misalnya, wanita mungkin ditetesi oksitosin agar kontraksinya lebih kuat. Namun, bagaimana pun juga, jika digunakan dalam dosis tinggi, pengobatan jenis ini bisa memberikan efek yang tidak menyenangkan. Di antaranya, masalah jantung dan rahim bocor.

Hormon ini bahkan direkomendasikan untuk menangani berbagai penyakit mental, seperti kecemasan, depresi, kecanduan, anoreksia, dan skizofrenia, karena kemampuannya untuk mengembangkan perilaku dan ikatan sosial.

(Baca juga: Kekurangan Hormon Oksitosin Dapat Mengganggu Rasa Empati Seseorang)

Sayangnya, efek samping oksitosin yang berbahaya membuatnya sulit diaplikasikan pada manusia.

 “Kelemahan dari oksitosin adalah ia mengaktifkan beberapa reseptor. Itu bisa menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan,” kata dr. Markus Muttenthaler, ahli kimia di University of Queensland, yang memimpin penelitian ini.

Mengurangi efek samping

Melihat hal itu, para peneliti tertarik untuk membuat ‘hormon cinta’ baru. Pembuatan hormon ini – seperti yang dijelaskan pada jurnal Science Signaling – diharapkan mampu memberikan alternatif lain dari oksitosin.

“Senyawa baru yang telah kami kembangkan sama kuatnya dengan oksitosin. Namun, ia menunjukkan selektivitas yang lebih baik untuk reseptor oksitosin. Ini berpotensi mengurangi efek sampingnya,” kata dr. Muttenthaler.

(Baca juga: Apa Manfaat Lain dari Hormon Cinta?)

Para peneliti menguji senyawa baru ini kepada tikus, dengan sedikit modifikasi oksitosin. Hasilnya menunjukkan bahwa senyawa tersebut bisa mengatasi ketakutan pada subjek tes dengan sangat cepat.

Dr. Muttenthaler bersama timnya sedang berusaha untuk memperbaiki kandungan obat pada ‘hormon cinta’ baru tersebut. Mereka juga melakukan penelitian ekstensif mengenai potensi terapeutik.

"Senyawa baru ini tidak hanya menjanjikan untuk perawatan masa depan, tetapi juga penting untuk memahami peran reseptor oksitosin dalam kesehatan dan penyakit," pungkasnya.