Implan Otak Bisa Mencegah Pelecehan Seksual

By , Jumat, 22 Desember 2017 | 11:00 WIB

Bisakah Anda membayangkan dunia di mana otak pelaku pelecehan seksual ditanami implan yang mencegah mereka melaksanakan keinginannya? Atau implan ditanam pada otak pasien yang depresi dan ingin bunuh diri?

Ini bisa jadi bukan sekadar imajinasi lagi. Sekelompok peneliti di Universitas Stanford mengungkapkan bahwa dalam hitungan detik, otak mengirimkan sinyal berbeda sebelum ledakan perilaku impulsif terjadi.

Aktivitas elektrik dalam otak tersebut terjadi di area nucleus accumbens dan membanjiri tubuh dengan kenikmatan antisipatif. Sebagai informasi, area nucleus accumbens di otak berperan untuk mengatur dorongan nafsu manusia, termasuk seks dan makanan.

(Baca juga: Cedera di Otak Picu Perilaku Kriminal Seseorang?)

Kenikmatan tersebut bisa begitu intensif sehingga seseorang bisa mengesampingkan kekhawatiran tentang konsekuensi sosial dari tindakan yang ingin dilakukannya.

Dengan pemahaman ini, para peneliti mengaku telah menemukan cara mematikan sinyal tersebut sebelum perilaku impulsif meledak.

"Bayangkan jika Anda bisa memprediksi dan mencegah usaha bunuh diri, suntikan heroin, konsumsi alkohol, makanan berlebihan, atau rasa amarah yang tidak terkendali," kata Dr Casey Halpern seorang asisten profesor bedah saraf di Universitas Stanford, dikutip dari Telegraphpada hari Senin (18/12/2017).

Dr Halpern berkata bahwa hingga saat ini, belum ada cara pasti yang bisa memengaruhi respons saraf terhadap perilaku impulsif berbahaya. Hal ini karena belum ada yang mampu mencatat karakteristik gejalanya dalam otak yang bisa digunakan jadi pemicu pengiriman data ke implan otak.

(Baca juga: Menurunnya Fungsi Kognitif Otak Akibat MSG)

Namun, kini para peneliti telah berhasil mengidentifikasikan tanda-tanda biologis secara real-time untuk perilaku impulsif berbahaya dan membuka kemungkinan penggunaan impan otak, seperti yang digunakan pada penderita penyakit Parkinson, untuk pengendaliannya.

Dalam eksperimennya, para peneliti mampu menunjukkan bahwa sinyal dapat dideteksi pada pasien dengan gangguan obsesif impulsif, dan stimulasi elektrik pada otak membuat tikus berhenti makan secara berlebihan.

Penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academies of Sciences.

Artikel ini pernah tayang di Kompas.com. Baca artikel sumber