Asia Penyumbang Limbah Elektronik Terbesar

By , Rabu, 27 Desember 2017 | 11:30 WIB

Sebuah laporan baru memperoleh temuan, jumlah E-waste atau limbah elektronik yang semakin banyak menimbulkan risiko sangat besar terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, serta juga mengakibatkan kerugian besar bagi perekonomian di negara-negara di seluruh dunia.

Masyarakat informasi global melaju kencang pada kecepatan tertinggi. International Telecommunication Union disingkat ITU atau Perhimpunan Telekomunikasi Internasional melaporkan, hampir separuh dunia menggunakan Internet dan kebanyakan orang memiliki akses ke ponsel, laptop, televisi, lemari es dan perangkat elektronik lainnya.

(Baca juga: Limbah Elektronik Setiap Keluarga di Amerika Serikat Setara dengan 400 Iphone per Tahun)

Pakar Teknis E-waste ITU, Vanessa Gray mengatakan, meningkatnya konsumerisme menciptakan jumlah limbah elektronik yang mengejutkan.

"Pada 2016, dunia menghasilkan 44,7 juta metrik ton limbah elektronik, yaitu peralatan elektronik dan listrik yang dibuang. Jadi, ini pada dasarnya adalah segala sesuatu yang disetrum di steker atau baterai. Ini setara dengan sekitar 4.500 Menara Eiffel untuk tahun ini," ujar Vanessa Gray.

Laporan tersebut mengatakan, Asia menghasilkan jumlah limbah elektronik terbesar, disusul oleh Eropa dan Amerika. Afrika dan Oceania paling sedikit limbahnya.

Gray memperingatkan, pengolahan yang tidak tepat dan tidak aman atas pembuangan limbah elektronik, menimbulkan risiko signifikan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Dia mencatat tingkat daur-ulang yang rendah juga menyebabkan kerugian ekonomi yang besar. Itu dikarenakan kandungan emas, perak, tembaga dan bahan bernilai tinggi lainnya dalam e-waste tidak dapat dipulihkan serta dimanfaatkan ulang.

(Baca juga: 65% dari Limbah Elektronik Eropa Dicuri atau Salah Urus)

"Kami memperkirakan bahwa nilai bahan yang dapat dipulihkan yang terkandung dalam limbah elektronik 2016 tidak kurang dari $ 55 miliar yang sebenarnya lebih dari Produk Domestik Bruto di banyak negara di dunia."

Laporan tersebut menyerukan penyusunan undang-undang yang tepat untuk mengelola limbah elektronik. Dikatakan, semakin banyak negara bergerak ke arah itu. Dewasa ini dikatakan, 66 persen populasi dunia yang tinggal di 67 negara, dilindungi oleh undang-undang pengelolaan limbah elektronik nasional.

Artikel ini pernah tayang di voaindonesia.com. Baca artikel sumber.