BMKG melalui kepala bidang informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami, Dr. Daryono, M.S. pada tanggal 2 Januari 2018 merilis data yang menunjukan bahwa aktivitas gempa di Indonesia meningkat drastis pada tahun 2017.
Pada tahun sebelumnya, 2016, jumlah gempa yang tercatat oleh BMKG adalah sebanyak 5.578 gempa, sementara pada tahun 2017 tercatat sebanyak 6.929 kali gempa.
Artinya, pada tahun 2017 terjadi peningkatan 1.351 gempa lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2016.
(Baca juga: Akibat Perubahan Iklim, Antartika Kembali Hijau Seperti Zaman Purba)
Berdasarkan magnitudonya, berikut ini adalah detil gempa yang terjadi selama tahun 2017:
- Gempa Kecil (<4,0) terjadi sebanyak 5.116 kali
- Gempa Ringan (4,1 - 5,0) terjadi sebanyak 1.658 kali
- Gempa Menengah (5,1 - 6,0) terjadi sebanyak 147 kali
- Gempa Kuat (6,1 - 7,0) terjadi sebanyak 6 kali
- Gempa Besar (7,1 - 8.0) terjadi sebanyak 2 kali, yaitu Gempa Maluku Utara (7,1) pada 29 April 2017 dan Gempa Laut Sulawesi (7,2) pada 10 Januari 2017
- Gempa Dahsyat (8,1 - 9,0) selama tahun 2017 tidak terjadi di wilayah Indonesia
Dengan data di atas terlihat bahwa selama tahun 2017, gempa kecil mendominasi peristiwa gempa bumi di Indonesia.
Bila dilihat dalam kategori kedalaman, selama tahun 2017, gempa dangkal (300 km) terjadi sebanyak 126 kali.
Daryono mengatakan bahwa tidak ada penyebab khusus terkait tingginya aktivitas gempa yang terjadi. Lebih lanjut Daryono mengatakan bahwa peningkatan jumlah gempa disebabkan oleh banyaknya peristiwa gempa swarm (gempa yang kejadiannya beruntun dan bisa mencapai ratusan kali per hari) di Jailolo, Halmahera Barat.
Gempa besar dan merusak yang memiliki gempa susulan cukup banyak juga disebut sebagai penyebab meningkatnya jumlah gempa sepanjang tahun 2017.
BMKG mencatat ada 19 kali gempa besar yang merusak sepanjang tahun 2017, yaitu:
- Gempa Deli Serdang (5,6) pada 16 Januari 2017
- Gempa Bali Selatan (5,6) pada 22 Maret 2017
- Gempa Tasikmalaya (5,4) pada 24 April 2017
- Gempa Morowali (5,7) pada 24 Mei 2017
- Gempa Poso (6,6) pada 29 Mei 2017
- Gempa Padangsidempuan (5,5) pada 14 Juli 2017 merusak 60 bangunan rumah
- Gempa Gorontalo (6,0) pada 15 Juli 2017
- Gempa Garut (3,7) pada 18 Juli 2017
- Gempa Pulau Buru (5,8) pada 27 Juli 2017 merusak 63 rumah
- Gempa Jailolo, Halmahera Barat (4,7) pada 28 September 2017
- Gempa Kepahiang, Bengkulu (3,5) pada 15 Oktober 2017
- Gempa Lembata, NTT (M4,9) pada 10 Oktober 2017 merusak 40 rumah
- Gempa Tuban (M3,8) pada 19 Oktober 2017
- Gempa Jayapura (M4,7) pada 28 Oktober 2017
- Gempa Ambon (M6,2) pada 31 Oktober 2017
- Gempa Morotai (M5,7) pada 18 November 2017 merusak 160 rumah
- Gempa Sigi Sulteng (M6,2) pada 25 November 2017 merusak puluhan rumah.
- Gempa Lebong, Bengkulu (M 5,1) pada 6 Desember 2017
- Gempa Tasikmalaya (M 6,9) pada 15 Desember 2017 merusak ratusan rumah
(Baca juga: 5 Ancaman Bencana Jika Suhu Bumi Naik 1,5 Derajat Celsius)
Dari 19 gempa merusak di atas, 16 gempa dipicu oleh aktivitas sesar aktif. Sementara 3 gempa lainnya dipicu oleh aktivitas subduksi lempeng.
Jika pada tahun 2016 hanya terjadi gempa merusak sebanyak 12 kali, maka pada tahun 2017 telah terjadi peningkatan jumlah aktivitas gempa merusak di Indonesia sebanyak 7 gempa.
(Sumber: BMKG)