Kota Cape Town di Afrika Selatan dengan cepat mendekati apa yang dikatakan walikotanya "Day Zero" atau Hari Nol, di mana kota metropolitan berpenduduk empat juta orang itu harus menutup keran ledeng karena kehabisan air di tengah kekeringan selama bertahun-tahun. Minggu ini, walikota Cape Town memajukan tanggal itu seminggu menjadi 22 April.
Tapi itu bukan satu-satunya tenggat waktu yang dihadapi walikota Cape Town Patricia De Lille. Di Afrika Selatan, di mana masalah iklim semakin dipolitisir, masalah air juga mempengaruhi politik dimana peringatan walikota itu dibayangi tuduhan-tuduhan prilaku tidak benar.
Partainya akan bertemu akhir pekan ini untuk memutuskan apakah akan melakukan tindakan terhadap Patricia De Lille.
(Baca juga: Keruntuhan Zimbabwe yang Pernah Menjadi Negara Kaya di Afrika)
Day Zero, diakui De Lille seperti kisah Hollywood. Tapi kenyataan dibalik hari tersebut menakutkan.
Kota pelabuhan yang indah ini telah mengalami kekeringan selama tiga tahun berturut-turut, peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Selama berbulan-bulan, kota ini telah menerapkan kontrol ketat terhadap persediaan airnya, yang hampir sepenuhnya bergantung pada waduk dibalik bendungan.
(Baca juga: Lima Negara Termiskin di Dunia)
Warga Cape Town dilarang mencuci mobil, menyiram rumput atau mengisi kolam mereka dengan air kota, dan telah dihimbau untuk mandi hanya dua menit dan hanya menyiram toilet "bila benar-benar diperlukan."
Serangkaian larangan yang terbaru yang diberlakukan 1 Januari, memangkas jatah bulanan rumah tangga dari 20.000 liter per bulan menjadi 10.500 liter - dengan ancaman pelanggar akan dipasangi meter khusus yang akan menutup saluran air di luar batasan tersebut.
Artikel ini pernah tayang di voaindonesia.com. Baca artikel sumber.