Wabah Minamata dan Komitmen Bebas Merkuri

By , Senin, 5 Februari 2018 | 16:00 WIB

Jepang dikenal sebagai negara dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Berbagai inovasi dan produk canggih lahir di negeri matahari terbit ini. Namun mungkin saat ini tidak banyak yang mengetahui bahwa Jepang juga pernah mengalami peristiwa sedih terkait kemajuan teknologi ini.

Pada tahun 1958, terjadi wabah penyakit dengan gejala kelumpuhan saraf di kota Minamata, Jepang. Ratusan penduduk kota itu meninggal seiring dengan berjalannya waktu.

Baca juga: Perubahan Iklim Bisa Racuni Makanan yang Kita Konsumsi

Sejumlah keluarga mengenang peristiwa Minamata. (Pemerintah Kota Minimata)

Sejumlah ahli kesehatan mencoba menyusuri hulu dari wabah tersebut. Berbagai dugaan dipelajari secara mendalam hingga pada akhirnya sebuah dugaan dinilai kuat sebagai sumber wabah tersebut.

Para ahli menilai bahwa penyakit tersebut mirip dengan apa yang dialami oleh seseorang bila ia mengalami keracunan logam berat. Penelusuran pun berlanjut kepada pola konsumi masyarakat di sana.

Penduduk Jepang memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan laut dalam jumlah banyak, tidak terkecuali dengan penduduk Minamata. Dengan dasar pemikiran ini, para ahli menduga bahwa ikan-ikan yang hidup di Teluk Minamata mengandung logam berat.

Setelah ditelusuri, benar adanya bahwa ikan laut di Teluk Minamata mengandung merkuri. Artinya, lingkungan di mana ikan-ikan tersebut hidup juga telah tercemar.

Penelusuran pun bermuara pada sebuah pabrik baterai yang terbukti membuang merkuri ke laut dalam jumlah yang sangat besar (200 – 600 ton Hg dari tahun 1932). Perusahaan baterai itupun harus membayar US$ 26,6 juta sebagai ganti rugi terhadap penduduk Minamata.

Walaupun sudah membayar ganti rugi dan ditutup, perusahaan baterai itu tidak dapat mengembalikan nyawa yang hilang akibat keracunan merkuri tersebut.

Teluk Minamata. (Pemerintah Kota Minimata)

Menjadi Pengingat Pelaku Industri

Peristiwa sindrom Minamata ini seakan menjadi peringatan keras terhadap berbagai industri yang ada. CASIO sebagai perusahaan raksasa yang terlahir di Jepang pada tahun 1957 tentu tidak akan tak acuh terhadap peristiwa sedih di tanah kelahirannya ini.

Di awal tahun 2018 ini, Casio Computers Co., Ltd ingin menekankan kembali implementasi motto yang digariskan oleh para leluhurnya, yaitu ‘Kreativitas dan Kontribusi’, salah satunya dengan memperkenalkan kembali proyektor bebas merkuri, XJ-V2.

CASIO telah memproduksi proyektor bebas merkuri pertama di dunia di tahun 2010. Pembuatan proyektor ini merupakan respon nyata CASIO terhadap penyakit Minamata yang pernah menghantam area Minamata, Jepang di tahun 1958. Seperti diketahui, wabah ini meminta korban tidak kurang dari 900 jiwa dan 2.265 orang harus hidup dengan kelainan syaraf akibat kontaminasi merkuri.

Peristiwa yang juga telah terjadi dan dapat terjadi di seluruh dunia ini menggerakan sejumlah negara untuk meratifikasi Konvensi Minamata.

Pada bulan September 2017 lalu, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi menyerahkan instrumen ratifikasi Pemerintah RI atas Konvensi Minamata kepada Legal Councel PBB.

Atas "aksi" ini, Indonesia kemudian tercatat sebagai Negara ke-75 dari 84 peratifikasi konvensi tersebut. 

Dalam konvensi tersebut, berbagai produk diatur ketat dalam pembuatannya. Beberapa produk di antaranya adalah alat "tensi" pengukuru tekanan darah yang menggunakan merkuri, termometer merkuri, lampu merkuri bertekanan tinggi dan baterai.

 

Perlahan-lahan, produsen mulai meninggalkan logam berat sebagai bahan baku. (CASIO)

Menurut Niken Larasati Putri, digital and communication CASIO, Pada umumnya proyektor yang banyak beredar di pasaran masih menggunakan lampu yang mengandung merkuri dengan tekanan tinggi.

Semua produsen proyektor mengerti efek negatif dari bahan kimia yang dibutuhkan bagi lampu proyektor tersebut, sehingga pernyataan mengenai kandungan merkuri pada lampu proyektor umumnya ditulis di buku manual di bawah bagian Warning. 

Baca juga: Manusia Tinggalkan Sampah 187 Kilogram di Bulan

Hirokazu Satoh, Chief of Representative, Jakarta Representative Office, CASIO Singapore Pte., Ltd mengatakan, “Teknisi CASIO berkreasi sedemikian rupa untuk berkontribusi kepada masyarakat, salah satunya dengan membuat proyektor bebas merkuri yang ramah lingkungan. Maka dari itu, dengan bangga kami menyatakan bahwa sumber cahaya proyektor Casio menggunakan teknologi hybrid antara LED dan laser yang sanggup bertahan hingga 20,000 jam pemakaian”.

Bila nanti sejalan dengan kemajuan teknologi ditemukan pengganti logam berat, tentu peristiwa Minamata tak perlu terulang kembali.

(Sumber: Japantimes, CASIO)