Ketukan Jari untuk Sains Burung

By , Jumat, 16 Februari 2018 | 10:30 WIB

“Benda apa yang tidak pernah tertinggal oleh masyarakat modern saat ini?” ungkap Swiss Winnasis Bagus Prabowo. “Kunci mobil, STNK, dompet bisa ketinggalan. Tapi, kalau handphone?

Atas alasan itulah Swiss menggagas peranti untuk mencatat data hasil pengamatan burung lewat aplikasi gawai cerdas. Burungnesia, aplikasi berbasis sistem operasi Android, resmi diluncurkan pada Agustus 2016. Para pengamat burung dapat menggunduh gratis dan memasangnya pada gawai mereka. Peranti ini memiliki dua fitur utama: panduan lapangan dan daftar periksa.

Swiss berkarya sebagai pegawai Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Taman Nasional Baluran, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dia juga mewakili sosok pelestari muda dan penggiat Birdpacker, komunitas pengamat burung yang berbasis di Malang, Jawa Timur.

Baca juga: Bukan Cuma Manusia, Burung Gelatik Biru Juga Bisa Ceraikan Pasangannya

“Kekuatan terbesar peneliti amatir adalah ketika semua penggiatnya mau saling berbagi data.”

Selepas aktivitas pengamatan burung, “data-data penting yang dikumpulkan oleh peneliti amatir tidak akan bermanfaat kalau tidak saling dibagi,” ungkapnya. “Kekuatan terbesar peneliti amatir adalah ketika semua penggiatnya mau saling berbagi data.”

Burungnesia telah memfasilitasi kegiatan pengamatan burung. Hasil pengamatan yang dikumpulkan pengguna akan tersimpan pada server awan www.birdpacker.org sehingga membentuk sistem yang saling bertautan dan bisa diakses oleh semua pengguna—kapan pun dan di mana pun.

Peta kawasan yang telah dijelajahi pengamat burung yang menggunakan aplikasi Burungnesia. Sampai awal Februari silam, terdapat 2.274 titik koordinat yang dihimpun oleh 3.905 pengamat burung Burungnesia. Hasilnya, mereka telah mengumpulkan data pengamatan 182.845 individu burung dan 864 spesies burung di Indonesia. (National Geographic Indonesia edisi Februari 2018)

“Burungnesia diproyeksikan menjadi alat bantu dalam upaya mengumpulkan data dari publik dalam jumlah besar, waktu singkat, dan memiliki validitas baik.”

Baca juga: Ilmuwan Temukan 'Danau Maut' di Teluk Meksiko

Di dunia, terdapat banyak aplikasi yang dikembangkan untuk tujuan observasi biodiversitas dalam skema peneliti amatir. Namun, aplikasi serupa yang sudah dikembangkan khusus untuk Indonesia sungguh sedikit. “Jumlah aplikasi yang sangat sedikit adalah fenomena yang memprihatinkan,” ungkap Swiss, “mengingat kekayaan biodiversitas Indonesia yang sangat tinggi.”