Benarkah Hutan Amazon Pernah Dihuni Jutaan Manusia?

By , Rabu, 28 Maret 2018 | 14:00 WIB

Sebelum penjajah Spanyol menaklukkan Amerika Selatan, kelompok-kelompok kecil nomaden hidup di sekitar Sungai Amazon, meninggalkan hutan hujan di sekitarnya yang murni dan tak tersentuh. Namun, benarkah itu terjadi?

Penelitian baru menunjukkan cerita yang sangat berbeda—wilayah Amazon dipenuhi dengan desa-desa hutan hujan, tanah untuk upacara, dan populasi yang jauh lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Penelitian yang didanai sebagian oleh National Geographic Society dan dipublikasikan Selasa, 27 Maret 2018, di jurnal Nature Communications ini menantang persepsi umum tentang hutan hujan Amazon pra-kolumbia yang jarang penduduknya. Persepsi itu telah bertahan meskipun serangkaian desa-desa besar pada abad ke-16 tersebut bertentangan dengan asumsi modern.

Artikel terkait: Setelah 500 Tahun, Misteri Kepunahan Suku Aztec Terpecahkan

“Banyak orang menganggap bahwa hutan Amazon merupakan surga yang tak tersentuh,” kata Jonas Gregorio de Souza, seorang arkeolog di Universitas Exeter yang bekerja sama dalam proyek ini. Sebagian besar wilayahnya belum dijelajahi dan diselimuti hutan lebat, sehingga tidak dapat diakses oleh arkeolog yang tertarik untuk mempelajari lebih jauh tentang kehidupan yang jauh dari sungai besar itu.

Sampai sekarang, tim tersebut menggunakan citra satelit untuk mencoba mengidentifikasi geoglyph kuno—tanah garapan yang mungkin digunakan untuk upacara —di negara bagian Brasil Mato Grosso yang belum dieksplorasi sebelumnya.

Kemudian, dengan koordinat geoglyph yang ada, mereka menuju ke lapangan—secara harfiah, karena sebagian besar lahan di wilayah tersebut digunakan untuk pertanian. Benar saja, masing-masing dari 24 target yang mereka kunjungi sesuai dengan dugaan mereka. "Semuanya masuk akal," ujar de Souza. "Kami tahu kami berada di area khusus."

Baca juga: Inilah 10 Kota Termahal dan Termurah di Dunia Tahun 2018

Di satu situs, tim menemukan keramik dan arang yang menunjukkan sebuah desa yang tertanggal sekitar 1410 A.D. Mereka pun kembali ke kantor dan menggunakan temuan mereka untuk memprediksi di mana lokasi situs lain yang mungkin masih ada, menciptakan model komputer yang mengambil segala sesuatu dari ketinggian hingga pH tanah dan curah hujan. Hal tersebut menunjukkan bahwa orang-orang kemungkinan akan membangun geoglyph di daerah-daerah dengan ketinggian yang lebih tinggi dengan variasi musim dan suhu yang besar.

Model ini juga menunjukkan bahwa orang tidak perlu membangun di dekat sungai, sebuah ide yang bertentangan dengan asumsi modern. Ini mengungkapkan bahwa kemungkinan ada 1.300 geoglyph dan desa di 154.000 mil persegi petak Amazon selatan—dua pertiga di antaranya belum ditemukan.

Model komputer ini juga memprediksi kepadatan populasi yang jauh lebih besar dari yang diperkirakan. Kini, tim berpikir bahwa sekitar 500.000 hingga 1 juta orang pernah hidup hanya dalam tujuh persen dari lembah Amazon. Hal ini jauh dari perkiraan sebelumnya, yang menganggap bahwa hanya sekitar 2 juta orang yang tinggal di seluruh lembah Amazon.

Artikel terkait: Berkat Kecerdasan Buatan, Kalimat Pembuka Buku Paling Misterius di Dunia Terungkap

Distribusi situs-situs yang potensial menunjukkan serangkaian desa-desa berbenteng yang saling berhubungan dan canggih yang mencakup lebih dari 1.100 mil yang berkembang antara 1200 dan 1500 AD. “Kita perlu mengevaluasi kembali sejarah Amazon,” kata José Iriarte, arkeolog di Universitas Exeter, National Geographic Explorer, dan penulis utama surat kabar, dalam siaran pers.

Jadi, apa yang terjadi pada orang-orang yang tinggal di hutan hujan? De Souza mengatakan bahwa mereka mati setelah penaklukan Eropa di wilayah tersebut. Penyakit dan genosida menyapu bersih seluruh desa, sementara yang lainnya meninggalkan pertanian mereka. "Mereka harus terus bergerak," katanya. Namun, jejak yang mereka tinggalkan mengartikan bahwa masih ada lagi yang perlu dipelajari tentang peradaban mereka yang telah lenyap.