'Tilik Wong Lara': Tradisi Leluhur Jawa Membesuk Kerabat Sakit

By Ratu Haiu Dianee, Minggu, 23 Januari 2022 | 08:00 WIB
Ilustrasi pasien menahan rasa sakit. (KatarzynaBialasiewicz/Getty Images/iStockphoto)

 

Nationalgeographic.co.id—Membesuk pasien yang sedang dirawat di rumah sakit merupakan hal yang sangat wajar. Entah dari keluarga sendiri, kerabat, tetangga, hingga perkumpulan atau organisasi. Membesuk pasien biasanya dilakukan pada saat jam besuk di setiap masing-masing rumah sakit. Orang-orang membawakan parsel buah, snack, roti, minuman, bunga, hingga uang.

Dalam penelitian Isak Roberth Akollo yang berjudul Tilik Wong Loro: Studi Kasus Budaya Besuk Masyarakat Jawa di Kota Salatiga, dia menyebutkan terdapat tradisi “tilik wong lara” atau besuk orang sakit yang dilakukan oleh masyarakat Jawa—salah satunya di Salatiga. Biasanya orang-orang berkumpul untuk datang membesuk salah satu kenalan atau kerabat yang sedang dirawat di rumah sakit.

Tak hanya 1-2 orang saja, namun hingga mencapai 5-30 orang yang berkelompok untuk membesuk pasien di rumah sakit. Dengan jumlah orang yang banyak ini, tentunya dilakukan sebelum pandemi Covid-19. Biasanya mereka berasal dari bebagai kelompok sosial yang masih ada kaitannya dengan pasien seperti tetangga se-RT, kelompok PKK, jemaat Gereja, hingga teman dari anggota keluarga.  

"Hal yang dilakukan orang-orang sebelum membesuk adalah saling mengabari satu sama lain, entah melalui pengumuman, grup, dan mulut ke mulut. Kemudian mereka merancang jadwal untuk dapat mebesuk secara bersamaan lalu mengabari keluarga pasien yang akan dibesuk. Setelah itu mereka akan datang bersamaan ke rumah sakit," tulis Isak Roberth Akollo pada studinya.

Biasanya orang-orang menggunakan alat transportasi yang dapat menampung gerombolan tersebut seperti mobil pick up atau mobil angkut barang, bis, hingga truck. Ketika mereka sampai, hal pertama yang mereka lakukan adalah memberikan salam lalu berjabat tangan dengan pasien dan keluarganya. 

Menurut hasil wawancara peneliti dengan salah satu pembesuk, beberapa hal yang mereka lakukan saat membesuk adalah basa basi dengan menanyai apa yang dirasakan pasien, saling bercanda, bercerita tentang kehidupan mereka, mengipas pasien, memijat, berdoa, dan kadang ada yang menyuapi pasien.

Hubungan sosial yang telah dibangun masyarakat dalam membesuk ini menandakan bahwa masyarakat memiliki sistem kekerabatan yang masih kental dan rasa kepedulian antara satu sama lain masih sangat tinggi. “Tradisi tilik wong lara” ini dilatarbelakangi dengan pemahaman tentang nilai yang ada pada masyarakat, bahwa kehadiran dari orang-orang secara berkelompok untuk datang membesuk pasien dan doa-doa kepada Tuhan dapat membuat pasien merasa senang dan cepat dalam proses penyembuhan.   

Tradisi “tilik wong lara” ini merupakan bagian dari tradisi gotong-royong, di mana dalam tradisi ini masyarakat melakukan kegiatan sosial seperti tolong menolong. Selain itu juga tradisi dapat mempererat hubungan kekeluargaan, membangun rasa peduli, empati, dan dapat menggerakkan masyarakat lain untuk ikut datang membesuk bersama-sama.

Terdapat pemahaman masyarakat yang berpikir jika perilaku seseorang kurang baik atau tidak baik terhadap yang lainnya, saat orang tersebut jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit, orang-orang akan segan untuk datang menjenguk. Menurut penelitian, ini dikarenakan ikatan sosial yang telah terbangun dan dukungan yang diberikan masyarakat kepada pasien berupa kehadiran inilah yang mempunyai nilai di masyarakat dan yang mempengaruhi pola pikir serta pemahaman dalam masyarakat, bahwa jika tidak membesuk pasien, maka dapat mengganggu hubungan sosial yang telah dibangun.

Menurut Isak, dalam kehidupan bermasyarakat, nilai-nilai sosial yang dianut dirumuskan dalam bentuk norma-norma yang mempunyai sanksi terhadap pelanggarnya. Maka saat terjadi pelanggaran nilai dan norma, seseorang akan medapatkan sanksi sosial dari masyarakat.

Baca Juga: Abu Bakar Muhammad bin Zakariya Ar-Razi, Pelopor Pengobatan Depresi