Nationalgeographic.co.id—Para ilmuwan dari The Wistar Institute melaporkan telah mengembangkan vaksin covid-19 jenis baru dengan kemampuan yang lebih bertarget. Vaksin tersebut merupakan vaksin nanopartikel generasi pertama yang dapat menginstruksikan sel untuk membuat vaksin in vivo dan dapat disimpan pada suhu kamar, sertam mudah diangkut ke lokasi terpencil.
Seperti kita ketahui, vaksin covid-19 generasi pertama yang kita ketahui saat ini sangat efektif, tapi masih memiliki keterbatasan. Seiring dengan waktu, efektivitasnya dapat berkurang jika tidak dilanjutkan dengan suntikan booster. Bahkan, efektivitasnya tidak cukup kuat terhadap beberapa varian.
Penemuan baru vaksin nanopartikel ini dapat memberikan perlindungan yang lebih kuat, lebih luas dan lebih tahan lama dalam satu dosis rendah. Penemuan baru tersebut telah dipublikassikan di jurnal Cell Reports dengan judul "Nucleic acid delivery of immune-focused SARS-CoV-2 nanoparticles drives rapid and potent immunogenicity capable of single-dose protection".
Daniel Kulp, Ph.D., profesor di Pusat Vaksin & Imunoterapi di The Wistar Institute dalam rilis media mengatakan vaksin tersebut menggabungkan tiga teknologi, fokus kekebalan, self-assembling nanopartikel dan pengiriman DNA, ke dalam satu platform untuk pertama kalinya. Selain keuntungan lainnya, vaksin dapat disimpan pada suhu kamar, sehingga berpotensi lebih mudah untuk diangkut ke lokasi terpencil daripada vaksin mRNA yang ada, yang memerlukan penyimpanan dingin khusus.
"Ini adalah salah satu vaksin generasi pertama yang akan memiliki fitur yang lebih canggih dan perlindungan yang lebih luas," kata Kulp.
Ia menjelaskan, vaksin yang ada saat ini termasuk domain pengikatan reseptor yang tidak dimodifikasi dari spike protein SARS-CoV-2. Vaksin baru mencakup domain pengikatan reseptor yang direkayasa secara rasional menggunakan metodologi desain berbasis komputasi dan struktur. Domain pengikatan reseptor yang diberi energi memblokir situs 'pengalih kekebalan' dan karena itu dapat memperoleh tingkat antibodi pelindung dan penetralisir yang lebih kuat.
Para peneliti kemudian menggunakan protein yang dirakit sendiri secara alami untuk membentuk partikel nano yang menampilkan imunogen yang telah direkayasa ini. Dengan mengatur diri mereka sendiri ke dalam struktur yang menyerupai virus yang sebenarnya, nanopartikel lebih mudah dikenali oleh sistem kekebalan dan diangkut ke pusat germinal, di mana mereka mengaktifkan sel B yang menghasilkan antibodi pelindung.
Menggunakan teknologi pengiriman vaksin asam nukleat yang mirip dengan mRNA, vaksin nanopartikel dikodekan dalam DNA dan dikirim ke dalam sel sehingga memberikan instruksi genetik bagi tubuh untuk membangun imunogen secara internal. Berbeda dengan vaksin lain, Dr. Kulp mencatat bahwa salah satu keunggulan platform DNA adalah tidak memerlukan pendinginan dan juga dapat dengan cepat diformulasikan ulang untuk menargetkan varian baru.
Setela diujikan pada hewan, para peneliti menemukan bahwa vaksin nanopartikel yang berfokus pada kekebalan yang dikirimkan DNA menghasilkan tingkat antibodi penetralisir yang jauh lebih tinggi daripada vaksin yang tidak berfokus pada kekebalan. "Kesulitan dengan vaksin saat ini adalah antibodi penetralisir menurun seiring waktu," kata Kulp.
Vaksin nanopartikel menghasilkan respons yang tahan lama setelah imunisasi tunggal hingga enam bulan pada tikus, tidak seperti apa yang kita lihat dengan vaksin SARS-CoV-2 saat ini pada manusia.
The Wistar Institute, mengatakan vaksin dapat memberikan langkah maju yang diperlukan untuk meningkatkan perlindungan terhadap COVID-19, terutama setelah munculnya varian Delta dan Omicron. Saat ini, para peneliti sedang mencari dana untuk memulai uji coba vaksin pada manusia.
Baca Juga: Antivaksin Abad ke-18: Bayangkan Anak yang Divaksin Berubah Jadi Sapi