Diogenes dari Yunani Kuno: Tengil hingga Masturbasi di Ruang Publik

By Tri Wahyu Prasetyo, Jumat, 11 Februari 2022 | 15:00 WIB
Catatan sejarah filsuf mengatakan bahwa Diogenes berjalan di siang hari dengan lentera yang menyala sambil berkata sinis: (netmundi.org)

Nationalgeographic.co.id—Diogenes berasal dari Kota Sinope, Yunani Kuno yang hidup sekitar tahun 412-323 SM. Ia merupakan filsuf dengan aliran Sinisme yang berakar dari ajaran Sokrates. Mazhab ini berkembang pada masa helenistik yang kemudian sedikit banyak mempengaruhi aliran Stoisisme.

Dewasa ini, istilah sinisme mendapatkan pelabelan negatif di mata khalayak umum, yaitu seperti halnya sikap suka mengejek, menyindir, mengolok-olok, suka menghujat dan lainya. Nyatanya, Sinisme kuno memiliki sisi positif terkait kesederhanaan manusia, meskipun syarat dengan sindiran.

Dalam buku yang bertajuk Cynics oleh William Desmond, mengatakan bahwa Diogenes tinggal pada ruang terbuka di kota-kota Yunani, seperti Athena dan Korintus. “Pada malam hari ia tidur di tanah, di serambi atau pintu masuk kuil,” ujar Desmond, “sedangkan pada siang hari, Diogenes berkeliaran sembari berkomentar tentang orang-orang yang ia temui dan dianggap melakukan kebodohan.”

Diogenes dikatakan telah disingkirkan dari kota asalnya Sinope, namun ia tidak pernah peduli. Ia berkata, “Rumahku adalah seluruh bumi, dan aku bisa tinggal dimana saja yang ku suka.” ia menganjurkan agar setiap orang menjadi buangan seperti dirinya dengan melepaskan properti, pekerjaan, kewarganegaraan, dan lainya. Diogenes beranggapan bahwa materi-materi itu hanya akan mengikat dan menjauhkan dari kebahagiaan seseorang.

Hal-hal seperti itu sering dilontarkan kepada orang-orang yang ia temui. Terkadang ia menyampaikan nya dengan gaya lelucon, berteriak, atau berguling-guling di tanah untuk menegaskan maksudnya. Sejatinya, melalui Sinisme Diogenes hendak mengajarkan kesederhanaan pada manusia, ia melihat banyak orang menabung untuk hal-hal yang tidak mereka butuhkan.

Ilustrasi Saat Diogenes bertemu Alexander Agung. (ukeoram)

Ada suatu anekdot yang menceritakan kesederhanaan Diogenes. Pada suatu hari Alexander Agung meluangkan waktunya untuk mengunjungi Diogenes. Ia menemui filsuf Sinisme tersebut sedang bersantai di bawah sinar matahari, Alexander dengan murah hati menawarkan pilihan hadiah kepadanya, dengan acuh Diogenes menjawab, “Menjauhlah dari matahariku.”

Sinisme memiliki optimistis terhadap sifat manusia. Menurut mereka manusia itu sangat baik, hanya saja manusia telah dirusak oleh kebiasaan buruk dan ‘peradaban artifisial’ yang tidak perlu. Kaum Sinis mengklaim bahwa dirinya memiliki semua yang diperlukan dan dibutuhkan oleh seseorang, yaitu udara bersih, makanan sehat, air, sinar matahari, dan kebebasan.

Dalam buku Cynics, dijelaskan Diogenes juga melakukan penyederhanaan pada hal ekstrim. Ia biasa melakukan masturbasi di ruang publik. Dirinya menggunakan ruang apapun untuk tujuan natural manusia, termasuk seks. Sudah sejak zaman dahulu, urusan seks adalah perihal privat, namun hal tersebut ditepis oleh Diogenes. “Seks adalah aktivitas alami manusia, oleh karena itu seseorang tidak perlu malu dengan dorongan seksual yang tulus,”  ujar Diogenes, “seseorang dapat mempelajari hal ini dari hewan, mereka tahu solusi sederhana untuk keinginan sederhana mereka,”

Ide tersebut muncul karena kekhawatiran kaum Sinis, seseorang dapat dengan mudah menjadi budak kenikmatan seksual yang tidak perlu. Ia menganggap bahwa mengambil pelacur adalah hal buruk, hal ini bukan karena Diogenes menghormati sumpah pernikahan, “perzinahan berantai hanya akan memicu nafsu seksual yang tidak akan ada habisnya, itu adalah sesuatu yang tidak perlu dan sering kali sangat merusak,” tegas Diogenes.

Sebagai akibat dari gaya hidup terbuka dan tak tahu malu, Diogenes beserta para pengikutnya mendapatkan julukan “si anjing”.

Baca Juga: Ketika Wanita Yunani Kuno Gunakan Venus Sebagai Kalender Kehamilan