Merespon Krisis Iklim Dunia Melalui Pameran Fotografi di Kota Salatiga

By Tri Wahyu Prasetyo, Kamis, 17 Februari 2022 | 09:00 WIB
Pameran bertajuk Sustainable living, Another World is Possible, ditampilkan pada luar dan dalam ruangan. (Tri Wahyu Prasetyo/ National Geographic)

Nationalgeographic.co.id—“Tema-tema fotografi ini diangkat untuk menjawab tema besar pameran ini tentang pentingnya hidup yang berkelanjutan,” ujar Candra Firmansyah selaku kurator pameran, “Tema-tema foto ini juga menunjukkan bahwa ada dunia lain dengan tatanan alternatif yang kita bisa lakukan.”

Krisis Iklim saat ini menjadi masalah utama yang dihadapi oleh seluruh makhluk Bumi. Banyak hal yang menjadi penyebab, mulai dari eksploitasi alam hingga pembangunan yang tidak berkelanjutan. Inilah yang menjadi ide awal dalam pembuatan konsep pameran bertajuk Sustainable living, Another World is Possible.

“Krisis iklim adalah masalah yang nyata, terbukti dengan meningkatnya suhu global,” kata Setyo Budi selaku penyelenggara pameran dalam media rilis. Ia juga menambahkan, bahwa kita tidak bisa terus menerus mengeksploitasi alam secara berlebihan, “kita harus berani membayangkan dan memperjuangkan kehidupan dengan keselarasan tanpa eksploitasi.”

Kegiatan ini berlangsung dari 11-13 Februari di Resto Tanasurga, Kota Salatiga. Pameran fotografi lintas komunitas Salatiga ini baru pertama kali diadakan dalam kurun waktu dua tahun belakangan akibat pandemi. Pengunjung yang hadir disuguhkan dengan puluhan karya foto serta instalasi bernuansa alam.

Karya Milik Novita Go, menampilkan gaya hidup bersepeda di Belanda. (Tri Wahyu Prasetyo/ National Geographic)

Diikuti oleh delapan fotografer lokal dan internasional, pameran ini menampilkan berbagai karya dengan tema yang berbeda, mulai dari penerapan gaya hidup yang tidak konsumtif di Belanda, bertani secara organic, sampai pengolahan limbah tahu menjadi biogas pada beberapa daerah di Jawa Tengah.

Tidak hanya memamerkan foto, interaksi antara peserta dan pengunjung turut memeriahkan acara ini. Salah satu artis pameran, Mohammad Reza Gemi Omandi, mengatakan mendapat pengalaman dan ilmu baru dalam acara ini, “kami senang sekali bisa berpartisipasi dalam pameran yang diadakan di Tanasurga,” ujar Reza, “dengan mengikuti pameran ini kami ikut belajar tentang bagaimana pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.”

Baca Juga: Mengapa Orang Terlihat Serius dan Tidak Tersenyum di Foto-foto Kuno?

Baca Juga: Fotografi Zaman Hindia Belanda, Lahir dari Eksotisme dan Kosmopolitan

Kegiatan ini juga dimeriahkan oleh Live music, instalasi seni, dan workshop pengolahan sampah. Kegiatan workshop pengolahan sampah bekerjasama dengan Galeri Ijo Lumut, sebuah NGO di Salatiga yang bergerak dalam daur ulang sampah plastik, dan karang taruna setempat yang terlibat dalam pembuatan bank sampah baru.

Penyelenggara menegaskan, bahwa pembangunan di Indonesia sudah seharusnya tidak mengutamakan pertumbuhan saja, namun banyak faktor penting lainya yang tidak boleh dilupakan. Di Indonesia model pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan ini bahkan sering memicu konflik sosial. Kehidupan manusia di dunia ini tidak dapat lepas dari alam dan makhluk lainya. Manusia harus hidup secara berkesinambungan dan bekerjasama dengan alam beserta isinya.

Melalui kegiatan selama tiga hari,  diharapkan dapat menggugah masyarakat untuk mencintai dan menjaga alam dengan mengonsumsi makanan organik serta mendaur ulang sampah. Penyelenggara juga berharap, melalui acara kecil ini dapat memberikan pengaruh atau kesadaran yang besar terkait perubahan iklim.