Yekaterina, Ketangguhan Tsar Perempuan dalam Memodernisasi Rusia

By Sysilia Tanhati, Senin, 28 Februari 2022 | 14:46 WIB
Karena takut akan kekuatan politiknya, para musuhnya menyebarkan desas-desus tentang penyimpangan seksualnya. (Aleksey Antropov/Wikipedia)

Nationalgeographic.co.id—Di abad ke-18, Rusia diperintah oleh seorang penguasa wanita yaitu Yekaterina yang Agung. Ia menjadi penguasa wanita terlama dalam sejarah Kekaisaran Rusia. Bagaimana tsarina kelahiran Jerman ini bisa memodernisasi Rusia?

Jarang terdengar, Yekaterima merupakan seorang politisi yang cerdik. Ia memperluas perbatasan Rusia ketika mencoba merestrukturisasi pemerintahan.

Meski idealis dan tangguh, banyak yang mempertanyakan pemerintahannya. Apakah ia seorang pemimpin yang bijaksana dan peduli pada rakyatnya? Ataukah sang Maharani merupakan seorang tiran yang kejam yang didorong napsu seks dan kekuasaan?

Terlahir sebagai Sophie Friederike Auguste von Anhalt-Zerbst pada tahun 1729, ia adalah putri seorang pangeran Prusia yang miskin. Meskipun keluarganya kekurangan uang, mereka terikat dengan dua keluarga paling berpengaruh di Jerman—Anhalts dan Holsteins. Sophie muda dididik di rumah oleh tutor. Ia menjalani masa kecil yang keras dan tidak menarik.

Di usia sepuluh tahun, Sophie diperkenalkan kepada calon suami yang dipilih untuknya oleh keluarganya. Ia adalah sepupu keduanya Charles Peter Ulrich dari Schleswig-Holstein-Gottorp yang kemudian dikenal sebagai Peter III.

Peter III merupakan calon tsar Rusia masa depan, ia ditunjuk oleh bibinya Elizabeth, yang saat itu menjadi Kaisar Rusia. Elizabeth belum menikah, tidak memiliki anak, dan membutuhkan ahli waris. Maka ia menunjuk Peter untuk melanjutkan takhta dan Sophie sebagai istrinya.

Pernikahan tsar Rusia dengan putri Prusia bertujuan untuk memperkuat persahabatan monarki Rusia dengan Prusia. Selain itu juga untuk menghancurkan pengaruh Austria atas Kekaisaran Rusia.

Sophie tidak menyukai calon suaminya, tetapi tahu apa yang diharapkan darinya. Dia bekerja keras agar disukai oleh Tsarina Rusia Elizabeth. Untuk mempersiapkan masa depannya, Sophie belajar bahasa, pindah ke Ortodoksi Timur, dan mengubah namanya menjadi Yekaterina atau Catherine.

Pada 1745, keduanya menikah saat Yekaterina berusia 16 tahun. Tujuh belas tahun kemudian, Peter III akhirnya menjadi tsar Rusia. Saat itu Peter hanya memiliki sedikit sekutu, dan istrinya tidak berada di antaranya. 6 bulan setelah berkuasa, Peter III melakukan perjalanan ke Jerman.

Yekaterina memanfaatkan ketidakhadiran tsar untuk menyatakan dirinya sebagai penguasa tunggal Rusia. Peter III meninggal tidak lama setelahnya. Hingga saat ini sejarawan masih memperdebatkan penyebab kematian sang Tsar. Apakah itu karena perbuatan istrinya atau jebakan musuh politiknya.

Baca Juga: Catatan Tionghoa, Ketika Putra Mahkota Tsar Rusia Melancongi Batavia

Baca Juga: Ivan yang Mengerikan: Bagaimana Dia Bisa Menjadi Tsar Pertama Rusia?

Baca Juga: Tampak Kembar, Apakah Tsar Nicholas II Rusia dan George V Bersaudara?

Yekaterina memperluas perbatasan Rusia secara signifikan selama masa pemerintahannya. Ini termasuk pencaplokan Krimea, Ukraina, Lithuania, Polandia, dan wilayah sekitarnya. Populasi Rusia bertambah hampir dua kali lipat selama ia berkuasa.

Tidak hanya itu, sang Tsarina berusaha untuk memodernisasi pemerintahan dan hukum Rusia. Namun ia mengalami banyak pertentangan dari para bangsawan yang keberatan dengan kelonggaran  undang-undang terhadap budak. Hukum tidak pernah berlaku dan di bawah pemerintahannya, kaum bangsawan meningkatkan kekuasaannya atas pelayan kontrak mereka. Dia meninggal pada tahun 1796 setelah 34 tahun memerintah.

Pemerintahannya yang berumur panjang dan kecerdikannya dalam berpolitik membuatnya digelari "Yang Agung”. Yekaterina juga mendukung perkembangan seni dan budaya Rusia.

Di balik kecerdikan dan ketangguhannya, Yekaterina juga memiliki sisi kelam. Dicap sebagai seorang hiperseks yang bejat, ia kerap melakukan perselingkuhan. Yekaterina mengangkat beberapa kekasih di kabinetnya. Meski begitu, ia diharapkan untuk tidak menikah lagi.

Perselingkuhannya inilah yang digunakan oleh para musuh untuk menjatuhkannya. Kemungkinan besar mereka takut akan kekuatan politiknya sehingga menggunakan isu ini. Salah satu musuh politiknya, Baron de Breteuil, bahkan menyatakan bahwa Yekaterina menggunakan semua jenis ambisi dalam dirinya.

Faktanya, Yekaterina adalah seorang politisi yang cerdik yang. Secara pribadi, ia didorong oleh cita-cita Abad Pencerahan yang didominasi oleh gerakan intelektual dan filosofis. Pertentangannya dengan otoritas tradisional membuat desas-desus tentang penyimpangan seksual dan ambisinya bergaung hingga zaman sekarang.