Baca Juga: Situs Bongal Singkap Jejak Perdagangan Zaman Romawi di Nusantara
Beberapa tahun berselang, pertempuran laut terakhir dimenangkan oleh orang-orang Sirakusa yang mengakhiri ambisi lebih lanjut dari Athena untuk melanjutkan konflik.
Setelah Sirakusa terbebas dari ambisi orang-orang Athena, mereka memasuki era baru tatkala dipimpin oleh Dionysius I yang memerintah sejak 430 - 367 SM.
"Empat perang melawan Kartago mengguncang tahun-tahun awal tiraninya, tetapi sejak awal abad ke-4 SM kota itu menikmati periode kemakmuran lainnya," terusnya.
Dionysius I terkenal tidak hanya sebagai komandan militer dan politisi yang hebat, tetapi juga sebagai pelindung seni.
Dia juga dikreditkan dengan taktik militer inovatif yang sebelumnya tidak digunakan oleh angkatan bersenjata Yunani, seperti halnya penggunaan artileri, ketapel, pengepungan, dan quinquereme.
Putranya, Dionysius II memerintah selama satu dekade dan menemukan waktu untuk belajar di bawah Plato sebelum digulingkan oleh Dion pada 356 SM.
Sebuah periode kebangkitan, tidak hanya secara komersial tetapi juga secara budaya, dicapai di bawah Hieron II, dan proyek pembangunan baru yang signifikan termasuk teater besar (238-215 SM), stoa besar, dan altar sepanjang 200 meter untuk Zeus Eleutherius.
Namun, posisi Sirakusa sebagai negara yang sepenuhnya merdeka akan segera berakhir, dan ketika Hieronymus memihak kepada Kartago saat melawan Roma, nasib Sirakusa kemudian menjadi disegel.
Pada 21 SM, Kaisar Augustus menciptakan sebuah koloni dan Sirakusa juga diperindah dengan alun-alun baru dan taman, serta diuntungkan dari adanya saluran air dan amfiteater baru.
"Kota ini terus menjadi pemukiman penting hingga abad ke-3 M dan katakombe yang mengesankan membuktikan perannya sebagai pusat Kristen dan kota suci yang penting hingga abad ke-7 M," pungkasnya.