Panas Letusan Vesuvius Mendidihkan Darah Sehingga Otak Korban Meledak

By Sysilia Tanhati, Selasa, 5 April 2022 | 17:00 WIB
Panas yang ekstrem membuat darah mendidih dan menguap. Akibatnya, otak meledak. (Pierpaolo Petrone/Frederico II University Hospital)

Baca Juga: Pernah Hancurkan Dua Kota Romawi, Akankah Vesuvius Meletus Lagi?

Baca Juga: Kisah Pilu Pria yang Gagal Melarikan Diri dari Letusan Vesuvius

Baca Juga: Kisah Pilu Rombongan yang Gagal Selamat dari Letusan Vesuvius

    

“Deteksi senyawa yang mengandung zat besi dari tengkorak dan abu yang mengisi rongga endokranial menunjukkan pola luas dari perdarahan akibat panas. Peningkatan tekanan intrakranial dan pecah, kemungkinan besar menjadi penyebab kematian instan penduduk di Herculaneum,” ungkap Pierpaolo Petrone, penulis penelitian itu.

Kamar-kamar tepi laut pada dasarnya akan berubah menjadi oven ketika abu dan panas gunung berapi turun. Para peneliti memperkirakan bahwa suhu di dalam ruangan harus mencapai sekitar 500 derajat Celcius. Kondisi ini akan menyebabkan darah siapa pun di dalam mendidih dan tengkorak mereka meledak.

Beberapa kerangka yang diperiksa tim memiliki tengkorak dengan lubang menganga dan noda yang konsisten dengan ‘fraktur eksplosif tengkorak berulang’. Korban yang meninggal di Pompeii, yang terletak beberapa km lebih jauh dari gunung berapi juga meninggal seketika. Namun kondisinya tidak separah di Herculaneum yang lebih dekat dengan Gunung Vesuvius.

“Terletak sekitar 10 km dari gunung, suhu di Pompeii lebih rendah. Namun dengan suhu sekitar 250 – 300 derajat Celcius cukup untuk menewaskan orang secara instan. Tetapi tidak cukup panas untuk menguapkan daging tubuh mereka,” tutur Petrone.

Meski hipotesis para ilmuwan mengerikan untuk dibayangkan, hasil penelitian ini juga sangat penting untuk studi masa depan gunung berapi yang masih aktif.

Menurut penelitian, bukti situs arkeologi dan vulkanologi menunjukkan bahwa Gunung Vesuvius memiliki letusan besar setiap 2.000 tahun. Letusan besar terakhir hampir 2.000 tahun yang lalu dan penelitian menunjukkan peristiwa bencana lain lebih cepat daripada nanti.

“Ini bisa berarti masalah besar bagi tiga juta orang yang saat ini tinggal di dekat gunung berapi,” tambah Petrone.