Panas Letusan Vesuvius Mendidihkan Darah Sehingga Otak Korban Meledak

By Sysilia Tanhati, Selasa, 5 April 2022 | 17:00 WIB
Panas yang ekstrem membuat darah mendidih dan menguap. Akibatnya, otak meledak. (Pierpaolo Petrone/Frederico II University Hospital)

Nationalgeographic.co.id—Ribuan tahun berlalu, namun letusan Gunung Vesuvius masih menarik untuk diteliti.

Sebuah tim peneliti mengajukan teori "penguapan cairan tubuh mendadak" untuk penyebab kematian para korban. Ya, itu sama mengerikannya dengan kedengarannya. Sulit membayangkan cara yang lebih mengerikan daripada kematian akibat gunung berapi.

Sekelompok peneliti dari Rumah Sakit Universitas Frederico II di Naples menerbitkan hasil penelitiannya di PLOS One. Mereka mengungkapkan bahwa panas ekstrem menyebabkan darah korban mendidih sehingga otaknya meledak.

Pada tahun 79 M ketika Vesuvius meletus, gunung ini mengeluarkan abu vulkanik, gas, dan bebatuan sejauh hampir 33,6 km. Tidak hanya itu, lahar cair tercurah selama 2 hari.

Terlambat mengungsi dan menemui ajal yang mengerikan

Penduduk yang tinggal di kota-kota sekitarnya seperti Oplontis, Pompeii, dan Herculaneum dan tidak mengungsi tepat waktu, semuanya menemui ajal yang mengerikan. Bahkan beberapa kematian mungkin lebih mengerikan daripada yang lainnya.

Di kota Herculaneum terletak hanya 6,4 km dari mulut gunung berapi. Sekitar 300 orang berlindung di 12 ruang tepi laut di sepanjang pantai kota. Mereka semua binasa begitu gunung berapi Meletus. Bahkan setelah mati pun, korban ini terperangkap selama ribuan tahun sebelum tim ekskavator menemukan mereka terkubur tahun 1980-an.

Oksidasi besi tercipta saat darah menguap

Untuk laporan baru, tim mempelajari sisa-sisa kerangka beberapa korban di dalam ruangan-ruangan ini. Ketika pertama kali mulai menganalisis sisa-sisa, residu merah dan hitam misterius ditemukan. Residu ini menutupi tulang, di dalam tengkorak, dan di sekitar tempat tidur abu tempat para korban ditemukan.

Beberapa tes dilakukan pada residu dan ditemukan bahwa residu itu mengandung jejak besi dan oksida besi, yang tercipta saat darah menguap.

    

Baca Juga: Saking Panasnya, Letusan Vesuvius Ubah Otak Seorang Pria Jadi 'Kaca'

Baca Juga: Pernah Hancurkan Dua Kota Romawi, Akankah Vesuvius Meletus Lagi?

Baca Juga: Kisah Pilu Pria yang Gagal Melarikan Diri dari Letusan Vesuvius

Baca Juga: Kisah Pilu Rombongan yang Gagal Selamat dari Letusan Vesuvius

    

“Deteksi senyawa yang mengandung zat besi dari tengkorak dan abu yang mengisi rongga endokranial menunjukkan pola luas dari perdarahan akibat panas. Peningkatan tekanan intrakranial dan pecah, kemungkinan besar menjadi penyebab kematian instan penduduk di Herculaneum,” ungkap Pierpaolo Petrone, penulis penelitian itu.

Kamar-kamar tepi laut pada dasarnya akan berubah menjadi oven ketika abu dan panas gunung berapi turun. Para peneliti memperkirakan bahwa suhu di dalam ruangan harus mencapai sekitar 500 derajat Celcius. Kondisi ini akan menyebabkan darah siapa pun di dalam mendidih dan tengkorak mereka meledak.

Beberapa kerangka yang diperiksa tim memiliki tengkorak dengan lubang menganga dan noda yang konsisten dengan ‘fraktur eksplosif tengkorak berulang’. Korban yang meninggal di Pompeii, yang terletak beberapa km lebih jauh dari gunung berapi juga meninggal seketika. Namun kondisinya tidak separah di Herculaneum yang lebih dekat dengan Gunung Vesuvius.

“Terletak sekitar 10 km dari gunung, suhu di Pompeii lebih rendah. Namun dengan suhu sekitar 250 – 300 derajat Celcius cukup untuk menewaskan orang secara instan. Tetapi tidak cukup panas untuk menguapkan daging tubuh mereka,” tutur Petrone.

Meski hipotesis para ilmuwan mengerikan untuk dibayangkan, hasil penelitian ini juga sangat penting untuk studi masa depan gunung berapi yang masih aktif.

Menurut penelitian, bukti situs arkeologi dan vulkanologi menunjukkan bahwa Gunung Vesuvius memiliki letusan besar setiap 2.000 tahun. Letusan besar terakhir hampir 2.000 tahun yang lalu dan penelitian menunjukkan peristiwa bencana lain lebih cepat daripada nanti.

“Ini bisa berarti masalah besar bagi tiga juta orang yang saat ini tinggal di dekat gunung berapi,” tambah Petrone.